THAILAND

Mantan Kepala SEC Beberkan Kelemahan Kebijakan Pajak Cryptocurreny

Redaksi DDTCNews | Selasa, 18 Januari 2022 | 16:30 WIB
Mantan Kepala SEC Beberkan Kelemahan Kebijakan Pajak Cryptocurreny

Ilustrasi.

BANGKOK, DDTCNews – Mantan Wakil Sekretaris Jenderal Security and Exchange Commission Thailand (SEC) Tipsuda Thavaramara mempertanyakan legitimasi perpajakan cryptocurrency atau mata uang kripto di Negara Gajah Putih.

Thavaramara memuji keputusan Departemen Pendapatan Thailand untuk mengenakan pajak atas transaksi mata uang kripto. Namun, ia menyebut terdapat beberapa kelemahan dari kebijakan pajak kripto yang tengah dikembangkan otoritas pajak.

"Apakah kebijakan berfokus pada promosi industri perdagangan atau tidak, Departemen Pendapatan tetap harus mengumpulkan pajak secara adil di bawah aturan dan praktik yang jelas," tuturnya seperti dilansir cointelegraph.com, Selasa (18/1/2022).

Baca Juga:
WP Lunasi Pajak dan Dendanya, Penyidikan Tindak Pidana Dihentikan

Pertama, pemajakan atas keuntungan modal dinilai tidak adil dan tidak praktis. Hal ini dikarenakan operator dari transaksi pertukaran kripto tidak bertanggung jawab untuk membayar pengembalian investasi kepada pelanggan.

Thavaramara pun menguraikan komplikasi-komplikasi yang berpotensi ditimbulkan apabila pajak dibebankan atas keuntungan modal dari transaksi kripto, terutama pada bagian sektor pembayaran ritel.

Dia mencontohkan Singapura dan Australia yang telah membebaskan kripto dari PPN. Dia berharap Thailand dapat mengikuti jejak yang sama dari kedua negara tersebut.

Baca Juga:
Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Kedua, pajak atas penerbitan surat utang seharusnya tidak berlaku untuk penerbitan token. Terkait hal ini, Pemerintah Thailand memang tengah mempertimbangkan pajak 15% untuk perdagangan kripto yang dinilai Thavaramara kurang tepat.

Tak hanya Thavaramara, banyak mantan eksekutif keuangan hingga Kepala Bursa Thailand Pakorn Peetathawatchai yang menilai proposal pajak baru tersebut akan merusak pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.

Ketiga, mayoritas negara berfokus pada pemajakan atas keuntungan dari penjualan kripto, tetapi tidak memiliki kerangka kerja dasar yang ditetapkan. Alhasil, lanjut Thavaramara, tak mudah bagi otoritas pajak untuk mengambil kebijakan pajak yang memadai. (vallen/rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 29 Maret 2024 | 13:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

WP Lunasi Pajak dan Dendanya, Penyidikan Tindak Pidana Dihentikan

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

Jumat, 29 Maret 2024 | 09:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Batas Waktu Mepet, Kenapa Sih Kita Perlu Lapor Pajak via SPT Tahunan?

Jumat, 29 Maret 2024 | 08:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya