KEBIJAKAN PAJAK

Makin Banyak Diadopsi di Level Global, Transfer Pricing Kian Relevan

Muhamad Wildan
Sabtu, 26 Februari 2022 | 13.35 WIB
Makin Banyak Diadopsi di Level Global, Transfer Pricing Kian Relevan

Partner DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji, Kasubdit Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional DJP Yanu Asmadi, dan narasumber lain dalam webinar TaxEd. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Transfer pricing menjadi aspek yang makin penting dalam lanskap perpajakan global dan laju reformasi pajak suatu negara.

Partner of DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji mengatakan lanskap perpajakan pada level global terus mengalami perubahan dalam 2 dekade terakhir. Seiring berjalannya waktu, menurutnya, makin banyak pula negara yang otoritas pajaknya mengatur tentang transfer pricing.

"Pada awal tahun 2000-an itu tidak lebih dari 30 negara yang punya ketetapan tentang transfer pricing. Dalam 2 dekade terakhir pertambahannya sangat tinggi. Ini menandakan transfer pricing menjadi fitur utama dalam tax reform di berbagai negara," ujar Bawono dalam diskusi bertajuk Indonesia's Transfer Pricing Landscape and Career Opportunities yang diselenggarakan oleh TaxEd, Sabtu (26/2/2022).

Merujuk pada Proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), tercatat ada 3 Rencana Aksi BEPS yang turut mengulas tentang substansi transfer pricing. Dokumentasi transfer pricing pun telah ditetapkan sebagai minimum standard.

Di sisi lain, saat ini terbentuk Platform for Collaboration on Tax (PCT) yang merupakan inisiatif dari IMF, World Bank, OECD, dan UN. Inisiatif ini diluncurkan untuk menyelesaikan permasalahan perpajakan global termasuk transfer pricing di negara berkembang.

Dari berbagai perkembangan tersebut, Bawono mengatakan terlihat bahwa transfer pricing memiliki peran yang kian penting pada level global.

Bagaimanapun, transfer pricing adalah implikasi dari makin tingginya interkonektivitas perekonomian antarnegara dan transaksi perusahaan multinasional yang dilakukan secara lintasbatas negara.

Namun, Bawono memberi sejumlah catatan. Meski transfer pricing makin relevan seiring dengan globalisasi, masih terdapat beberapa isu dan tantangan dalam implementasi kebijakan terkait transfer pricing ke depan.

Saat ini, 60% hingga 70% dari perdagangan internasional adalah transaksi yang dilakukan oeh antarafiliasi atau perusahaan multinasional itu sendiri. "Betul di situ ada sinyal transfer pricing menjadi makin relevan, tapi mencari pembandingnya akan makin sulit," ujar Bawono.

Dalam hal melakukan perbandingan itu sendiri, Transfer Pricing Guidelines dari OECD sesungguhnya sudah memberikan panduan yang jelas. Namun, pembanding yang benar-benar sebanding berpotensi makin sulit untuk dicari seiring dengan makin banyaknya transaksi yang lekat dengan aspek-aspek yang bersifat intangible.

"Di sini akhirnya ada yang namanya arbitrary situation, ibaratnya otoritas pajak, konsultan pajak, dan wajib pajak itu bisa saja bilang mana yang wajar itu menurut hasil analisisnya mereka," ujar Bawono.

Tantangan-tantangan ini perlu diatasi bersama agar potensi sengketa di kemudian hari dapat diminimalisasi, salah satunya melalui mutual agreement procedure (MAP) dan advance pricing agreement (APA).

Pada acara ini, DDTC turut memberikan doorprize berupa 3 buku bagi penanya terbaik dan peserta yang turut aktif dalam berjalannya diskusi. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.