Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat memberikan pemaparan dalam konferensi pers APBN Kita. (tangkapan layar Youtube Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews – Baik penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas maupun pajak nonmigas sama-sama kembali terkontraksi hingga akhir Mei 2020.
Hal ini dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui video conference APBN Kita pada Selasa (16/6/2020). Dia menyebut penerimaan PPh migas hingga akhir Mei 2020 tercatat senilai Rp17,0 triliun atau negatif 35,6% dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu Rp26,4triliun.
"Penerimaan pajak hampir semuanya negatif ini masih disebabkan oleh penerimaan PPh migas yang turun," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menilai penurunan PPh migas secara drastis tersebut melanjutkan penurunan pada Februari 2020 karena dipengaruhi harga minyak dunia yang anjlok. Meski terjadi kenaikan dalam beberapa hari terakhir, ternyata harga masih belum pulih sepenuhnya.
Selain itu, kondisi juga diperparah oleh lifting minyak yang realisasinya juga masih rendah, baik dibandingkan dengan asumsi yang telah ditetapkan dalam APBN 2020 maupun terhadap realisasi tahun lalu.
Sementara itu, penerimaan pajak nonmigas mengalami kontraksi sebesar 9,4%. Kontraksi ini salah satunya dikarenakan efek lesunya kinerja korporasi karena virus Corona sehingga berimbas pada perlambatan setoran pada tahun ini.
"Pengaruh Covid memang sangat besar pada penerimaan pajak kita,” imbuh Sri Mulyani.
Selanjutnya, kinerja bea dan cukai tetap lebih banyak ditopang oleh tingginya penerimaan cukai. Sri Mulyani menyebut penerimaan bea dan cukai pada akhir Mei 2020 mencapai Rp81,7 triliun atau tumbuh 12,4% dibanding periode yang lalu hanya Rp72,7 triliun.
Penerimaan cukai per Mei 2020 tercatat senilai Rp66,8 triliun, melonjak hingga 18,8% dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu Rp56,2 triliun. Capaian ini tidak lepas dari kenaikan tarif cukai rokok mulai Januari 2020.
"Tapi kita harus mewaspadai growth ini mungkin tidak bisa bertahan sampai akhir tahun," ujarnya.
Adapun pada penerimaan bea masuk, per akhir Mei 2020 tercatat Rp13,8 triliun atau tumbuh negatif 7,9% dibanding periode yang sama tahun lalu senilai Rp15,0 triliun. Sementara untuk bea keluar, realisasi penerimaannya Rp1,1 miliar atau minus 27,5% dibanding periode yang sama tahun lalu senilai Rp1,5triliun.
Menurut Sri Mulyani rendahnya penerimaan kepabeanan disebabkan kegiatan ekspor-impor yang melemah akibat virus Corona. Melihat kinerja penerimaan perpajakan, Sri Mulyani melihat tekanan sudah dialami oleh semua kegiatan ekonomi.
“Perlambatan kegiatan ekonomi akibat covid-19 ini akan kita monitor dibandingkan engan insentif fiskal yang sudah kita berikan,” imbuh Sri Mulyani. (kaw)