UNIVERSITAS PANCA BUDI

Aspek-Aspek Pajak Terkait Hibah yang Perlu Diperhatikan

Nora Galuh Candra Asmarani
Jumat, 14 Juni 2024 | 17.39 WIB
Aspek-Aspek Pajak Terkait Hibah yang Perlu Diperhatikan

Suasana kuliah umum bertajuk Perlakuan Akuntansi dan Aspek Perpajakan Aset Hibah yang diselenggarakan Universitas Pembangunan Panca Budi (Unpab) secara daring, Jumat (14/6/2024).

JAKARTA, DDTCNews – Pemberi dan penerima hibah perlu memperhatikan secara cermat aspek-aspek pajak terkait dengan hibah sehingga tidak menimbulkan sengketa pajak.

Specialist DDTC Consulting Rafif Naufal menyatakan hal tersebut dalam kuliah umum bertajuk Perlakuan Akuntansi dan Aspek Perpajakan Aset Hibah. Dia menekankan pentingnya menerapkan perlakuan akuntansi dan pajak yang tepat atas hibah.

“Walaupun hibah tidak menjadi transaksi yang rutin, tetapi sering menjadi perhatian otoritas pajak. Apalagi kalau transaksinya dengan pihak berafiliasi. Ini bisa menjadi bahan koreksi. Jadi, aspek-aspek tentang hibah perlu diperhatikan karena risikonya tinggi” katanya, Jumat (14/6/2024).

Pada dasarnya, lanjut Rafif, hibah merupakan objek pajak, baik dari sisi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), serta aspek pajak lain seperti bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).

Dari aspek PPh, hibah menjadi objek pajak karena bisa menambah kemampuan ekonomis. Hibah sebagai objek PPh tidak hanya menyasar penerima hibah, tetapi juga pemberi hibah. Hibah bisa menjadi objek PPh bagi pemberi jika ada keuntungan karena pengalihan harta melalui hibah.

Namun, terdapat sejumlah kriteria yang membuat hibah bisa dikecualikan dari objek PPh. Kriteria itu di antaranya diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 4 UU PPh serta telah diperinci dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022.

”Pengecualian diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan,” bunyi Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 4 UU PPh.

Rafif menerangkan perincian kriteria dari setiap pihak yang dapat dikecualikan dari pengenaan PPh atas hibah. Selain itu, dia juga menjelaskan mengenai siapa saja yang dimaksud sebagai “pihak yang bersangkutan”.

Lebih lanjut, dari aspek PPN, istilah yang digunakan untuk menyebut hibah adalah pemberian cuma-cuma. Pemberian barang cuma-cuma terutang PPN sepanjang barang yang dimaksud termasuk ke dalam barang kena pajak (BKP) serta diserahkan oleh pengusaha kena pajak (PKP)

“Di PPN yang menjadi fokus bukan income tapi adanya pengalihan. Kalau misalkan memberikan hibah kan ada pengalihan barang. Kalau dia yang diberikan atau diserahkan itu BKP bisa kena PPN,” jelasnya.

Aspek pajak terakhir menyangkut hibah adalah Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). Kedua pajak ini tergantung pada jenis barang yang dihibahkan.

Misal, apabila barang yang diberikan berupa kendaraan maka akan ada aspek BBNKB jika sebelumnya kendaraan tersebut belum dikenakan BBNKB. Sementara itu, BPHTB akan muncul bila barang dihibahkan berupa tanah dan/atau bangunan.

Sebagai informasi, kuliah umum bertajuk Perlakuan Akuntansi dan Aspek Perpajakan Aset Hibah ini diselenggarakan oleh Universitas Pembangunan Panca Budi (Unpab).

Kepala Program Studi D3 Perpajakan Unpab Junawan berharap kuliah umum ini dapat memberikan pemahaman kepada peserta terkait dengan aspek pajak atas hibah.

“Masyarakat sering berpikir hibah itu bebas dari pajak. Padahal, ada aspek pajak yang melekat pada hibah. Untuk itu, topik ini perlu digali lebih dalam biar tidak sampai luput kewajiban pajaknya ketika dapat hibah,” katanya. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.