Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa & Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung dalam webinar Bea Meterai di Era Digital, Apa dan Bagaimana? yang diselenggarakan BPPK Kementerian Keuangan, Senin (30/11/2020). (foto: hasil tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) memperkirakan potensi penerimaan pajak dari bea meterai pada 2021 meningkat hingga mencapai Rp15 triliun, lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya yang berkisar Rp5 triliun hingga Rp6 triliun.
Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa & Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung mengatakan peningkatan potensi penerimaan tersebut disokong oleh ditetapkannya objek bea meterai yakni dokumen digital pada UU No. 10/2020 tentang Bea Meterai.
"Meski ada potential loss, ada potential gain yang besar dari dokumen digital. Dari yang online ini potensinya luar biasa, coba cek ada berapa juta transaksi pada peer-to-peer lending," katanya, Senin (30/11/2020).
Seperti diketahui, tarif bea meterai ditingkatkan dari Rp3.000 dan Rp6.000 menjadi Rp10.000 per 2021. Meski tarif meningkat, dokumen bernilai uang yang wajib dilekati meterai adalah dokumen dengan nilai uang sebesar Rp5 juta atau lebih tinggi.
Threshold kewajiban pelekatan meterai ini meningkat lima kali lipat dibandingkan dengan ketentuan bea meterai sebelumnya yang mewajibkan pelekatan bea meterai sebesar Rp6.000 atas dokumen bernilai uang sebesar Rp1 juta.
Selain itu, penerimaan bea meterai sebesar Rp3.000 atas dokumen bernilai uang sebesar Rp250.000 hingga Rp1 juta juga hilang akibat ketentuan baru pada UU No. 10/2020 ini.
"Memang akan ada loss seperti tadi dari bukti pembayaran PLN. Bukti pembayaran yang selama ini di atas Rp1 juta tahun depan tidak kena bea meterai Rp6.000 lagi. Meski demikian, potential gain-nya juga besar," ujarnya.
Berdasarkan data DJP, hanya 10% dari bukti pembayaran yang diterbitkan PLN yang mencantumkan nilai uang di atas Rp5 juta. Dengan demikian, hanya 10% bukti pembayaran PLN yang berpotensi dikenai bea meterai. (rig)