Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengingatkan wajib pajak peserta program pengungkapan sukarela (PPS) untuk segera merealisasikan komitmen investasi harta bersih. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (15/6/2023).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan otoritas mulai mengirimkan email blast sebagai pengingat. Wajib pajak peserta PPS masih memiliki kesempatan hingga 30 September 2023 untuk merealisasikan komitmen investasinya.
“Kita ingatkan teman-teman wajib pajak yang memang kemarin sudah berkomitmen melakukan investasi, untuk segera melakukan investasi. Waktunya masih sampai September," katanya.
Seperti diketahui, meskipun PPS sudah berakhir pada 30 Juni 2022, wajib pajak peserta PPS masih memiliki kesempatan hingga 30 September 2023 untuk merealisasikan investasi atas harta yang dikomitmenkan di dalam surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH).
Wajib pajak peserta PPS dapat melakukan investasi pada surat berharga negara (SBN) dan kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi terbarukan. Apabila memilih SBN, investasi harus dilakukan pada seri khusus yang diterbitkan pemerintah dalam rangka PPS.
Selain itu, wajib pajak juga dapat memilih salah satu dari 332 kegiatan sektor usaha sektor pengolahan SDA dan energi terbarukan sebagai tujuan investasi harta yang diungkapkan dalam PPS sebagaimana tertuang dalam KMK Nomor 52/KMK.010/2022.
Selain terkait dengan PPS, ada pula ulasan mengenai pelantikan Wakil Ketua III Pengadilan Pajak Bidang Pembinaan dan Pengawasan Kinerja Hakim. Kemudian, ada bahasan terkait dengan rencana implementasi e-tax court.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan email blast hanya dikirimkan kepada wajib pajak peserta PPS yang memang berkomitmen melaksanakan investasi. Menurutnya, wajib pajak perlu merealisasikan komitmennya agar tidak dikenakan tambahan PPh final.
"Yang kita ingatkan terbatas pada teman-teman yang waktu itu berkomitmen melakukan investasi," ujarnya. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengingatkan wajib pajak peserta PPS untuk segera menyampaikan laporan realisasi repatriasi atau investasi meskipun batas waktu pelaporan sudah lewat.
Batas waktu penyampaian laporan tahun pertama realisasi repatriasi investasi semula ditetapkan pada 31 Maret 2023 (wajib pajak orang pribadi) dan 30 April 2023 (wajib pajak badan). Namun, aplikasi e-reporting PPS baru tersedia pada awal Mei 2023 sehingga batas waktu dilonggarkan.
Peserta PPS yang berkomitmen untuk melakukan repatriasi atau investasi telah diberi waktu untuk menyampaikan laporan realisasi paling lambat pada 31 Mei 2023. Jika tidak melakukan repatriasi atau investasi sesuai dengan komitmen dalam SPPH, peserta PPS akan dikenakan tambahan PPh final.
"Kami tidak buru-buru menjatuhkan itu [tambahan PPh final]. Kalau nanti setelah diingatkan dan kemudian ternyata wajib pajak tidak jadi repatriasi, baru [dikenakan tambahan PPh final]. Kan siapa tahu repatriasi, investasi, tetapi belum lapor saja," ujar Dwi. (DDTCNews)
Mahkamah Agung (MA) melantik Erry Sapari Dipawinangun sebagai Wakil Ketua III Pengadilan Pajak Bidang Pembinaan dan Pengawasan Kinerja Hakim. Pelantikan dilaksanakan pada Selasa (13/6/2023). Simak ‘Mahkamah Agung Lantik Wakil Ketua III Pengadilan Pajak’.
"Pelantikan ini berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 42/P Tahun 2023 tanggal 29 Mei 2023 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Wakil Ketua III Pengadilan Pajak Bidang Pembinaan dan Pengawasan Kinerja Hakim," tulis MA dalam keterangan resminya. (DDTCNews)
Tim Regulasi/Probis e-Tax Court Aniek Andriani mengatakan Keputusan Ketua Pengadilan Pajak No. KEP-016/PP/2020 memungkinkan sidang dilakukan secara elektronik. "Kalau sekarang itu default-nya sidang tatap muka,” katanya.
Aniek menjelaskan dengan adanya e-tax court, nantinya persidangan atas banding dan gugatan yang diajukan bakal diselenggarakan secara elektronik. Adapun sidang tatap muka hanya diselenggarakan apabila diperlukan.
"Sidang tatap muka dimungkinkan berdasarkan perintah majelis. Itu hanya diperlukan untuk pembuktian. Jadi, default-nya tetap sidang elektronik,” ujarnya. Simak ‘Ada e-Tax Court, Sidang Bakal Digelar secara Elektronik’. (DDTCNews)
Dengan e-tax court, nantinya para pihak yang bersengketa tidak lagi perlu mengikuti sidang pengucapan di Pengadilan Pajak. Tim Regulasi/Probis e-Tax Court Aniek Andriani mengatakan ketika putusan diunggah ke aplikasi e-putusan pada e-tax court maka pengucapan putusan secara hukum dianggap telah dilaksanakan.
"Pengucapan putusan itu dilaksanakan dengan penyampaian putusan secara elektronik. Begitu putusan diunggah di dalam sistem e-tax court, itu sudah pengucapan putusan," katanya. Simak ‘e-Tax Court: Putusan Bakal Langsung Diunggah Tanpa Sidang Pengucapan’. (DDTCNews)
DJP mengatakan wajib pajak dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Nonefektif (NE) biasanya dikecualikan dari pengawasan rutin yang dilakukan kantor pelayanan pajak (KPP).
Contact center DJP Kring Pajak mengatakan status NPWP NE menunjukkan wajib pajak yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif, tetapi belum dilakukan penghapusan NPWP.
“Biasanya NPWP NE dikecualikan dari pengawasan rutin oleh KPP dan tidak wajib lapor SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan,” tulis Kring Pajak saat merespons pertanyaan warganet di Twitter. (DDTCNews)
DJP tengah melakukan finalisasi pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax administration system (CTAS).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan finalisasi dilakukan pada tahun ini. Pasalnya, sistem inti administrasi perpajakan yang baru akan diimplementasikan pada 2024. Simak pula ‘Jelang Implementasi Coretax pada 2024, Begini Persiapan Ditjen Pajak’.
“2023 ini finalisasi dari pembangunan coretax sendiri plus sekarang kami sedang melakukan training terhadap pegawai-pegawai kami di seluruh Indonesia. Jadi, insyaallah di tahun 2024 itu bisa kita jalankan,” ujar Suryo dalam rapat dengan DPR. (DDTCNews) (kaw)