Jumlah wajib pajak badan yang memiliki koreksi fiskal positif atas natura pada periode 2015—2019. (NA RUU KUP)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mencatat adanya tren peningkatan pemberian imbalan kepada pegawai dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan (fringe benefit) oleh wajib pajak badan.
Berdasarkan pada data Ditjen Pajak (DJP) yang masuk dalam Naskah Akademik (NA) RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), jumlah wajib pajak badan yang memiliki koreksi fiskal positif atas natura terus mengalami peningkatan pada periode 2015—2019.
“Berdasarkan data SPT Tahunan PPh wajib pajak badan, sebanyak 17.360 wajib pajak mengajukan koreksi fiskal positif sehubungan dengan pemberian natura dan/atau kenikmatan. Angka tersebut terus meningkat, hingga pada tahun 2019 menjadi 20.672 wajib pajak,” tulis pemerintah dalam NA RUU KUP, dikutip pada Jumat (9/7/2021).
Peningkatan dari sisi jumlah wajib pajak tersebut diikuti dengan kenaikan dari sisi nominal atau nilai koreksi positif yang diajukan wajib pajak badan atas natura. Pada 2015, nilainya tercatat Rp25,02 triliun. Pada 2019, nilainya menjadi Rp32,03 triliun.
Sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU Pajak Penghasilan (PPh), penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dikecualikan dari objek pajak.
Pengecualian sebagai objek pajak itu berlaku sepanjang pemberi kerja tidak memenuhi kriteria sebagai bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final, atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit).
Selain itu, masih dalam ketentuan saat ini, pemberian natura dan/atau kenikmatan tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto pemberi kerja untuk penghitungan penghasilan kena pajak. Namun, sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, ada beberapa pemberian natura/kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja.
Pertama, berupa pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. Kedua, berupa penggantian atau imbalan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu.
Daerah tertentu yang dimaksud merupakan daerah yang memiliki potensi ekonomi, tetapi dengan prasarana yang kurang memadai dan sulit dijangkau. Pemberian untuk pegawai dan keluarganya sepanjang sarana dan fasilitas tersebut tidak tersedia,sehingga pemberi kerja harus menyediakannya sendiri.
Ketiga, pemberian natura dan/atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya. Simak beberapa ulasan mengenai fringe benefit di sini. (kaw)