Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Dirjen Pajak Suryo Utomo menyebut realisasi restitusi dipercepat hingga Juli 2020 secara agregat tumbuh sebesar 33% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Suryo mengatakan pertumbuhan realisasi restitusi dipercepat tersebut merupakan efek dari kebijakan insentif bagi dunia usaha. Menurutnya, pertumbuhan restitusi pajak dipercepat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan restitusi karena upaya hukum dan restitusi normal.
"Sepertinya sudah mulai kelihatan, restitusi yang dipercepat ini insentif yang diberikan sudah dimanfaatkan wajib pajak sehingga komposisi restitusi diperpcepat tumbuh lebih cepat dibanding restitusi normal ataupun restitusi karena hukum," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (25/8/2020).
Suryo tidak memperinci nilai restitusi pajak tersebut. Namun dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.72/2020, pemerintah telah menyiapkan disiapkan alokasi insentif restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat senilai Rp5,8 triliun.
Fasilitas restitusi PPN dipercepat tersebut diberikan dengan nilai maksimal Rp5 miliar. Plafon tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi biasanya yang hanya Rp1 miliar. Simak pula artikel ‘Restitusi PPN Pendahuluan Lebih dari Rp5 Miliar, Bolehkah?’.
Dalam ketentuan terkait dengan insentif PPN dipercepat, wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 716 bidang industri tertentu (sebelumnya hanya 431 bidang industri), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat, ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah.
Dengan demikian, wajib pajak itu bisa mendapat fasilitas restitusi dipercepat hingga jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar, tanpa persyaratan melakukan kegiatan tertentu seperti ekspor barang atau jasa kena pajak, penyerahan kepada pemungut PPN, atau penyerahan yang tidak dipungut PPN.
Suryo menyebut restitusi karena upaya hukum hingga Juli 2020 tercatat minus 2,5%. Adapun restitusi normal melalui pemeriksaan surat pemberitahuan pajak (SPT) wajib pajak mengalami pertumbuhan 6,32%. (kaw)