Salah satu bagian slide yang dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat bersama Komisi XI, Senin (28/6/2021).
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan mengusulkan pengenaan pajak karbon dengan tarif senilai Rp75 per kilogram emisi CO2 dalam revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pajak karbon memiliki peran penting dalam mengendalikan emisi gas rumah kaca. Namun, hingga saat ini, Indonesia masih belum memiliki landasan hukum untuk mengenakan pajak karbon.
Tanpa ada pengendalian untuk menekan emisi karbon dan menghambat laju perubahan iklim, lanjut menkeu, Indonesia sebagai negara kepulauan bakal mengalami kerugian yang besar jika perubahan iklim terus berlanjut.
"Perubahan iklim salah satu akibatnya adalah kenaikan permukaan laut yang tentu akan mengancam banyak kepulauan di Indonesia. Untuk itu Indonesia memiliki kepentingan untuk ikut menanggulangi terjadinya perubahan iklim yang drastis," katanya, Senin (28/6/2021).
Sri Mulyani menambahkan pemerintah juga berkomitmen mengurangi gas rumah kaca sebesar 26% pada 2020 dan menjadi 29% pada 2030. Menurutnya, target yang menjadi komitmen pemerintah tersebut memerlukan adanya instrumen fiskal.
Selama ini, sambungnya, Indonesia telah berupaya mengendalikan emisi gas rumah kaca dari sisi belanja. Sepanjang 2016 hingga 2019, belanja negara untuk memitigasi perubahan iklim mencapai Rp86,7 triliun per tahun.
Namun, realisasi belanja tersebut masih jauh dari kebutuhan. Belanja Rp86,7 triliun tersebut hanya memenuhi 32,6% dari total kebutuhan pembiayaan untuk memitigasi perubahan iklim. Dana yang dibutuhkan sesungguhnya mencapai Rp266,2 triliun per tahun.
Untuk itu, pajak karbon diperlukan untuk mengatasi celah pembiayaan perubahan iklim sekaligus menciptakan sumber penerimaan baru bagi kas negara. (rig)