Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Melalui PP 50/2022, pemerintah turut mempertegas ketentuan mengenai dasar penagihan pajak.
Dasar penagihan pajak berupa surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat keputusan pembetulan, surat keputusan persetujuan bersama, surat keputusan keberatan, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali.
“Yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah,” bunyi penggalan Pasal 45 ayat (1) huruf a PP 50/2022, dikutip pada Selasa (7/3/2023).
Adapun dalam pengertian jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah termasuk jumlah sanksi administratif berupa bunga, denda, atau kenaikan.
Sesuai dengan Pasal 45 ayat (2) PP 50/2022, termasuk dalam jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah adalah pajak yang seharusnya tidak dikembalikan. Dasar penagihan pajak tersebut harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.
Dasar penagihan pajak juga dapat berupa klaim pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 20A ayat (8) Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) jika terdapat permintaan bantuan penagihan pajak dari negara mitra atau yurisdiksi mitra.
Berdasarkan pada Pasal 20A UU KUP, klaim pajak itu merupakan instrumen legal dari negara mitra atau yurisdiksi mitra. Klaim pajak tersebut paling sedikit memuat nilai klaim pajak yang dimintakan bantuan penagihan dan identitas penanggung pajak atas klaim pajak.
Nilai klaim pajak adalah nilai uang yang dimintakan bantuan penagihan pajak oleh negara mitra atau yurisdiksi mitra. Nilai klaim pajak memuat nilai pokok pajak yang masih harus dibayar, sanksi administratif, dan biaya penagihan yang dikenakan oleh negara mitra atau yurisdiksi mitra.
Sementara itu, identitas penanggung pajak paling kurang memuat nama, nomor identitas, dan alamat penanggung pajak. (kaw)