Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Hari ini, Kamis (30/6/2022) merupakan batas akhir bagi wajib pajak yang ingin mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional.
Wajib pajak masih memiliki kesempatan beberapa jam untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) jika ingin mengikuti PPS. Untuk memberikan pelayanan kepada wajib pajak, Ditjen Pajak (DJP) juga memperpanjang waktu layanan live chat http://pajak.go.id.
“DJP memperpanjang layanan live chat http://pajak.go.id pada hari terakhir PPS sampai dengan pukul 21.00 WIB. Bagi #KawanPajak yang membutuhkan asistensi PPS, silakan langsung memanfaatkan perpanjangan layanan live chat ini,” tulis DJP melalui Twitter.
Sesuai dengan ketentuan dalam PMK 196/2021, aturan pelaksana UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), penyampaian SPPH bisa dilakukan berulang kali. Penyampaian SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya dapat dilakukan dalam periode 1 Januari—30 Juni 2022.
Penyampaian SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya itu dapat dilakukan jika terdapat beberapa hal. Pertama, kesalahan penulisan atau kesalahan penghitungan wajib pajak dalam pengisian SPPH. Kedua, penambahan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam SPPH.
Ketiga, pengurangan harta bersih yang telah diungkapkan dalam SPPH. Keempat, perubahan penggunaan tarif pajak penghasilan (PPh) yang bersifat final atas pengungkapan harta bersih. Kelima, keadaan lain yang mengakibatkan ketidakbenaran SPPH sebelumnya.
Selain mengenai PPS, ada pula bahasan terkait dengan perjanjian kerja sama interoperabilitas data dan layanan perbankan terkait perpajakan. Kemudian, ada pula bahasan tentang pemberian sejumlah insentif pajak yang akan berakhir pada hari ini.
Berdasarkan pada penegasan yang dimuat dalam PMK 196/2021, penyampaian SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya dapat dilakukan dalam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dengan standar waktu Indonesia Barat. SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya memuat 2 hal.
Pertama, seluruh harta bersih setelah perubahan yang terdiri atas harta bersih yang tidak dilakukan perubahan; Harta bersih yang diubah, selain yang dihapus; dan harta bersih yang baru diungkapkan, dari yang tercantum dalam SPPH sebelumnya.
Kedua, perbaikan kesalahan penulisan, perbaikan kesalahan penghitungan, dan/atau perubahan penggunaan tarif PPh yang bersifat final.
Jika terdapat jumlah PPh final yang kurang dibayar, wajib pajak harus melunasi kekurangan pembayaran tersebut sebelum SPPH tersebut disampaikan. Jika terdapat jumlah PPh final yang lebih dibayar, wajib pajak dapat meminta pengembalian atau melakukan pemindahbukuan. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan masyarakat makin menyadari tentang PPS. Dengan demikian, DJP memproyeksi akan ada peningkatan jumlah wajib pajak jelang berakhirnya PPS.
Hingga Rabu, 29 Juni 2022 pukul 08.00 WIB, sebanyak 181.755 wajib pajak sudah mengikuti PPS. DJP sudah menerbitkan 225.172 Surat Keterangan atas pengungkapan harta bersih senilai Rp452,92 triliun. Pemerintah telah mengumpulkan PPh senilai Rp46,02 triliun. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan dalam 6 bulan terakhir, DJP memilih untuk mengerem aktivitas pengawasan serta pemeriksaan. Otoritas, sambung dia, lebih mendorong wajib pajak untuk turut serta dalam PPS.
Kendati demikian, setelah PPS berakhir pada 30 Juni, DJP akan melakukan tindak lanjut. DJP akan menindaklanjuti PPS berdasarkan pada data dan informasi yang diterima, baik melalui pengawasan, pemeriksaan, maupun penegakan hukum. (DDTCNews)
Partner DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji mengatakan integrasi data dengan berbagai negara akan menjadi salah satu kebijakan yang dapat memperkuat pengawasan atas kepatuhan wajib pajak, termasuk pascaimplementasi PPS.
“Adanya integrasi data dengan berbagai negara akan mudah untuk memetakan dan profiling kepatuhan wajib pajak,” ujarnya. (Bisnis Indonesia)
DJP bersama Bank Mandiri, BNI, dan BRI menandatangani perjanjian kerja sama mengenai interoperabilitas data dan layanan perbankan terkait perpajakan. Mereka berkomitmen mendukung peningkatan kualitas layanan pembayaran pajak dan Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) melalui interoperabilitas sistem.
Adapun ruang lingkup kerja sama meliputi pertukaran dan pemanfaatan data/informasi melalui penyediaan kanal pembayaran, interoperabilitas data/informasi tertentu untuk mendukung layanan perbankan dan pelaksanaan tugas DJP, integrasi sistem data/informasi tertentu untuk mendukung layanan perbankan dan pelaksanaan tugas DJP, KSWP, serta kegiatan lainnya. (DDTCNews)
Pemberian sejumlah insentif pajak dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 akan berakhir pada 30 Juni 2022. Insentif tersebut di antaranya pengurangan angsuran PPh Pasal 25, pembebasan PPh Pasal 22 impor, serta PPh final jasa konstruksi ditanggung pemerintah (DTP) atas Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI).
Selain insentif dalam PMK 3/2022, fasilitas pajak yang diatur berdasarkan PMK 226/2021 juga akan berakhir pada 30 Juni 2022. Beleid itu menyebut insentif untuk barang yang dibutuhkan dalam penanganan pandemi Covid-19 diberikan dalam bentuk PPN DTP dan PPh Pasal 22 impor tidak dipungut. (DDTCNews)
Setelah menggelar uji kelayakan atau fit and proper test, Komisi III DPR resmi menyetujui Calon Hakim Agung (CHA) Kamar Tata Usaha Negara (TUN) Khusus Pajak.
CHA TUN Khusus Pajak yang disetujui adalah Direktur Keberatan Banding dan Peraturan Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Cerah Bangun. Dengan demikian, Wakil Ketua II Pengadilan Pajak Bidang Yudisial Triyono Martanto tidak mendapatkan persetujuan dari Komisi III DPR. Simak ‘Komisi III DPR Resmi Setujui 1 Nama Calon Hakim Agung TUN Khusus Pajak’. (DDTCNews) (kaw)