Kepala KPP Madya Batam Achmad Amin dan Kepala Seksi Pelaksanaan Audit 2C Ditjen Bea Cukai Bagus Ariyanto.
JAKARTA, DDTCNews – Otoritas perlu strategi jitu untuk memudahkan wajib pajak dalam mematuhi dan memahami regulasi terkait transfer pricing.
Terkait tantangan tersebut, Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Batam Achmad Amin punya siasat tersendiri. Ia lantas membagikan pendekatan yang digunakannya dalam menangani kasus transfer pricing dari wajib pajak.
"Di (KPP) Madya Batam, kami memiliki pendekatan yang digunakan dalam menangani kasus transfer pricing dari wajib pajak. Kami menamainya TACTIC. [Kepanjangannya] Tax Avoidance Comprehensive Treatment with Integrity & Cooperativeness," ujar Achmad, Selasa (12/10/2021).
Dalam gelaran International Tax Conference 2021 bertajuk 'The New Era of Global Tax Transparancy' yang digelar Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tersebut, Achmad menjelaskan bahwa fondasi dari pendekatan yang dilakukan adalah aturan perundang-undangan pajak yang saat ini berlaku.
Menurutnya, ada 3 hal yang mendasari pendekatan terkait transfer pricing yakni trust atau rasa percaya, transparansi, dan pemahaman yang sama antara wajib pajak serta otoritas.
Selanjutnya, jika hal mendasar di atas bisa dibangun maka strategi penanganan kasus transfer pricing dan aggressive tax planning pun bisa dijalankan. Ada 3 strategi yang bisa dijalankan oleh fiskus.
Pertama, internal understanding atau peningkatan pemahaman internal dari otoritas pajak mengenai transfer pricing dan aggressive tax planning.
Kedua, external understanding melalui peningkatan pemahaman transfer pricing berdasarkan regulasi yang berlaku dan international best practice.
Ketiga, persuasive execution atau perlakuan persuasif kepada wajib pajak untuk mendorong kepatuhan pajak kooperatif wajib pajak.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Seksi Pelaksanaan Audit 2C Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bagus Ariyanto juga membagikan implementasi transfer pricing di sektor kepabeanan dan cukai. Di sektor ini, dikenal pengujian nilai cukai dari barang impor yang disebut customs valuation.
"Antara metode customs valuation dan transfer pricing memiliki persamaan. Di sisi bea cukai penentuan metode digunakan untuk menentukan apakah harga telah terpengaruh dari hubungan istimewa dan di sisi pajak tujuannya adalah untuk menentukan pemenuhan arm’s length principle," ujar Bagus.
Selain itu Bagus membagikan strategi yang dibutuhkan dalam penanganan transfer pricing dalam bidang bea cukai. Pertama, perlunya penguatan undang-undang domestik yang mengatur mengenai transfer pricing untuk tujuan bea cukai.
Kedua, perlunya pertukaran data antara otoritas pajak dan otoritas cukai dalam penggunaan studi transfer pricing.
Ketiga, otoritas cukai harus memiliki pengetahuan yang mumpuni dalam mengintepretasikan dokumen transfer pricing. (sap)