Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama pada webinar Akselerasi Indonesia Maju melalui Penanaman Modal dan Insentif Fiskal yang diselenggarakan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Kamis (1/4/2021).
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menyatakan seluruh ketentuan perpajakan yang tertuang pada UU 11/2020 tentang Cipta Kerja kini sudah bisa diimplementasikan seiring dengan diterbitkannya sejumlah aturan turunan.
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan dua aturan turunan dari ketentuan pajak pada UU Cipta Kerja yang sudah dirilis antara lain Peraturan Pemerintah No. 9/2021 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 18/2021.
"Kalau berbicara UU Cipta Kerja kami memiliki 2 PR dan syukur alhamdulillah selesai sesuai tenggat waktunya yaitu PP 9/2021 dan PMK 18/2021," katanya pada webinar Akselerasi Indonesia Maju melalui Penanaman Modal dan Insentif Fiskal, Kamis (1/4/2021).
Dalam acara yang diselenggarakan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Hestu menuturkan tujuan UU Cipta kerja di antaranya meningkatkan investasi, meningkatkan kepastian hukum, mendorong kepatuhan wajib pajak, dan menciptakan keadilan iklim berusaha.
Demi meningkatkan investasi, setidaknya terdapat dua ketentuan terbaru pada bidang perpajakan yang bertujuan untuk meningkatkan investasi antara lain penurunan PPh Pasal 26 atas bunga obligasi serta pengecualian dividen dan penghasilan luar negeri dari objek PPh.
Tarif PPh Pasal 26 atas bunga obligasi dipangkas dari 20% menjadi 10%. Tarif baru tersebut akan mulai berlaku pada Agustus 2021 atau enam bulan setelah terbitnya PP 9/2021.
Dividen dan penghasilan luar negeri juga dikecualikan dari objek PPh demi meningkatkan investasi. Untuk mendapatkan pengecualian tersebut, dividen atau penghasilan luar negeri harus diinvestasikan di yurisdiksi NKRI.
Secara umum, terdapat empat jenis penghasilan yang dikecualikan dari objek PPh bila diinvestasikan di NKRI antara lain dividen dalam negeri, dividen luar negeri, penghasilan setelah pajak dari BUT di luar negeri, dan penghasilan dari luar negeri non-BUT.
Yoga mengajak wajib pajak yang memiliki dividen di luar negeri untuk menggunakan fasilitas ini, khususnya kepada korporasi Indonesia yang memiliki anak usaha di luar negeri.
"Dividen luar negeri apabila berasal dari perusahaan bursa maka seluruh dividen harus diinvestasikan. Bila tidak masuk bursa maka diinvestasikan paling sedikit 30% dari laba setelah pajak. Di luar 30% itu tidak dipajaki, we let it go," ujar Yoga. (rig)