UU CIPTA KERJA

Jika PAD Turun Akibat RPP PDRD, Ini Tuntutan Apeksi

Dian Kurniati
Minggu, 13 Desember 2020 | 08.01 WIB
Jika PAD Turun Akibat RPP PDRD, Ini Tuntutan Apeksi

Pekerja mengakses aplikasi Parigel sebelum memasarkan kerajinan akar wangi di Zocha Graha Kriya, Garut, Jawa Barat, Rabu (9/12/2020). Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia menuntut pemerintah memberikan insentif jika pendapatan asli daerah susut akibat penerapan Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah turunan UU Cipta Kerja. (ANTARA FOTO/Candra Yanuarsyah/agr/wsj)
 

JAKARTA, DDTCNews - Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) menuntut pemerintah memberikan insentif jika pendapatan asli daerah susut akibat penerapan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) turunan UU Cipta Kerja.

Ketua Apeksi Airin Rachmi Diany mengatakan penyesuaian tarif pajak dan retribusi daerah otomatis berdampak pada pendapatan asli daerah (PAD) dan kemandirian fiskal daerah. Dalam kondisi itu, pemerintah perlu memberikan insentif anggaran agar semua program di daerah dapat terealisasi.

"Dalam hal penyesuaian tarif pajak menyebabkan berkurangnya pendapatan asli daerah, pemerintah dapat memberikan dukungan insentif anggaran bagi pemerintah daerah," katanya dalam Dialog Kebijakan UU Cipta Kerja, Jumat (11/12/2020).

Airin mengatakan usulannya itu bisa disisipkan antara Ayat 5 dan 6 Pasal 20 RPP PDRD. Secara umum,  pasal tersebut memuat sanksi jika pemda tidak mengikuti RPP untuk menetapkan tarif PDRD sesuai ketentuan, tetapi tidak ada penjelasan soal konsekuensi atas risiko penyusutan PAD.

Pasal 20 tersebut berupa penundaan atau pemotongan dana alokasi umum (DAU) dan/atau dana bagi hasil (DBH) pajak penghasilan (PPh) 15% dari DAU. Namun, Airin meminta sanksi penundaan dan atau pemotongan itu diturunkan menjadi maksimum 5% dari total DAU yang diterima pemda.

"Dengan pertimbangan tidak mengganggu kapasitas fiskal daerah, dan usulan penundaan DAU dilakukan dalam tahun anggaran berjalan maksimal 1 bulan," ujarnya.

Menurutnya, relaksasi sanksi tersebut juga untuk memastikan APBD selalu mencukupi untuk mendanai berbagai program daerah. Pasalnya, dia memperkirakan pandemi Covid-19 masih akan menghambat upaya pengumpulan PAD.

Pasal 19 ayat 2 RPP PDRD mencantumkan peluang pemda memperoleh insentif dari pemerintah pusat asal terjadi pengurangan PAD akibat penyederhanaan perizinan. Menurut Airin, pemerintah perlu memberikan insentif serupa jika terjadi pengurangan PAD akibat penurunan tarif PDRD. 

Pasal 20 ayat 3 RPP PDRD memuat relaksasi pengenaan sanksi pemotongan dan penundaan DAU jika daerah mengalami bencana alam, kerusuhan, kejadian luar biasa, wabah penyakit menular dan/atau kondisi lainnya yang berdampak negatif terhadap kondisi fiskalnya.

Sementara itu, pada ayat 4 hingga 6 yang ingin disisipi aturan soal insentif anggaran oleh Airin, mengatur mengenai teknis pemberian relaksasi tersebut. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
lestari
baru saja
Bermain game selain membuang suntuk, sekarang bisa menghasilkan uang juga loh, gak percaya? Ayo bergabung bersama kami. Hub aja 0823-6991-4226 (WA)