Ilustrasi. Gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Kendati memberikan berbagai insentif, pemerintah tetap berupaya melakukan optimalisasi penerimaan pajak pada tahun depan. Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (18/8/2020).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan setidaknya ada empat aspek yang akan dijalankan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak pada tahun depan. Pertama, pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Kedua, ekstensifikasi dan pengawasan berbasis individu dan kewilayahan. Ketiga, pemeriksaan, penagihan, dan penegakan hukum yang berbasis risiko dan berkeadilan. Keempat, reformasi perpajakan (organisasi, SDM, TI dan basis data, proses bisnis, serta peraturan pajak).
Selain mengenai upaya optimalisasi penerimaan pajak yang tertuang dalam RAPBN 2021, ada pula bahasan terkait dengan dengan proses uji coba unifikasi surat pemberitahuan (SPT) masa pajak penghasilan (PPh) yang masih akan dilakukan hingga akhir tahun ini.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Dalam RAPBN 2021, pemerintah mematok target penerimaan pajak senilai Rp1.268,5 triliun. Jumlah tersebut tumbuh 5,8% dari target yang ditetapkan dalam Perpres No.72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun atau turun 20,6% dibandingkan dengan target dalam APBN 2020 induk senilai Rp1.642,6 triliun.
“Untuk penerimaan pajak 2021 akan didukung kinerja pemulihan ekonomi itu sendiri,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. ‘Simak, Ini Perincian Target Penerimaan Perpajakan RAPBN 2021’. (Bisnis Indonesia/Kontan/DDTCNews)
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi Ditjen Pajak (DJP) Iwan Djuniardi mengatakan uji coba (piloting) aplikasi unifikasi SPT masa PPh masih akan dilakukan hingga akhir 2020. Pasalnya, program unifikasi SPT masa PPh terbagi dalam dua bagian sehingga diperlukan uji coba yang lebih lama.
"Mungkin sampai dengan akhir tahun ini [piloting aplikasi unifikasi SPT masa PPh]," katanya. Simak artikel ‘DJP: Piloting Aplikasi Unifikasi SPT Masa PPh Sampai Desember 2020’. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) baru mengenai perincian barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai (PPN). PMK yang dimaksud adalah PMK 99/2020.
Terbitnya PMK ini ditujukan untuk menambahkan cakupan jenis barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai PPN sekaligus memberikan kepastian hukum. PMK ini dilatarbelakangi putusan Mahkamah Agung (MA) No. 21/HUM/2018. Simak artikel ‘Horee.. Beli Ikan Sekarang Bebas PPN’. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2021 diekspektasikan masih mampu tumbuh hingga 3,6% (yoy). Penerimaan dari bea masuk dan bea keluar masing-masing akan bertumbuh sebesar 4,2% dan 7,6%. Penerimaan cukai diproyeksi tumbuh 3,6%.
"Peningkatan penerimaan bea masuk, bea keluar, dan cukai ini seiring dengan membaiknya perdagangan internasional pada 2021," ujar Sri Mulyani. (DDTCNews)
Kementerian Dalam Negeri memberikan 6 instruksi untuk pemerintah daerah untuk mengerek pendapatan asli daerah (PAD) yang pada semester I/2020 baru terealisasi 48,18%.
Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto mengatakan pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama lemahnya realisasi PAD baik di level provinsi maupun kabupaten/kota. Meski demikian, dia menilai tetap ada upaya yang bisa dilakukan untuk menaikkan PAD. Simak artikel ‘Genjot PAD, KemendaIgri Keluarkan 6 Instruksi untuk Pemda’. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan target setoran dividen BUMN yang masuk dalam pos penerimaan negara bukan pajak (PNBP) kekayaan negara yang dipisahkan pada tahun depan Rp26,1 triliun. Jumlah ini turun 40,3% dari target dalam Perpres No.72/2020 senilai Rp65 triliun.
"Penerimaan dividen BUMN yang turun karena mempertimbangkan dampak Covid-19 pada pelemahan kinerja BUMN," katanya Sri Mulyani. (Kontan/DDTCNews) (kaw)