Kantor Pusat BPK. (foto: ddtcnews)
JAKARTA, DDTCNews—Badan Pemeriksa Keuangan menemukan pemberian fasilitas perpajakan atas transaksi impor terindikasi tidak sesuai dengan ketentuan sehingga berpotensi mengurangi penerimaan negara.
Salah satu temuan yang disebutkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2019 di antaranya terkait dengan barang kena pajak (BKP) tertentu yang bersifat strategis.
"(Selain itu), ada potensi kekurangan penetapan penerimaan dari pendapatan bea masuk/bea masuk antidumping dan pajak dalam rangka impor pada DJBC," bunyi laporan tersebut, dikutip Kamis (16/7/2020).
Perihal BKP yang bersifat strategis, BPK menemukan 3.560 barang impor yang diberikan fasilitas surat keterangan bebas (SKB) BKP strategis oleh Ditjen Pajak, tidak dapat dikategorikan sebagai BKP tertentu.
Akibatnya, negara berpotensi mengalami kerugian sekitar Rp2,11 triliun dari pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) serta Rp64,36 miliar dari pembebasan bea masuk.
Berdasarkan hasil penelusuran dan analisis dokumen impor tahun 2019 yang bersumber dari DJBC, sebanyak 193 wajib pajak memperoleh fasilitas SKB. Dari jumlah tersebut, sebanyak 28.198 BKP bebas dari PPN dan PPh serta PPh tidak dipungut.
Dari 28.198 BKP tersebut, BPK melakukan analisis lebih lanjut dengan menelusuri kode HS atas setiap BKP tersebut dan menemukan 3.560 BKP/barang impor bukan merupakan BKP tertentu yang bersifat strategis.
Untuk diketahui, tata cara pemberian fasilitas PPN BKP tertentu yang bersifat strategis diatur dalam PMK Nomor 268/PMK.03/2015. Lalu, prosedur administrasi pemberian fasilitasnya diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak bernomor SE-32/PJ/2016.
Dari sisi pajak, BPK menyoroti adanya kode HS BKP yang bukan termasuk dalam kategori barang strategis, serta pengenaan nominal tarif pajak yang mendapat fasilitas tidak sesuai ketentuan.
Sedangkan dari sisi kepabeanan, BPK menyebut tidak semua importasi yang dibebaskan bea masuk didasari dengan dokumen fasilitas pembebasan bea masuk.
Dari 2.771 jenis barang yang terdapat pada aplikasi Ceisa Impor, ada 184 jenis barang dari 18 pemberitahuan impor barang yang mendapat pembebasan bea masuk tanpa didasari dokumen fasilitas pembebasan bea masuk.
Di sisi lain, BPK juga menemukan potensi kekurangan penetapan penerimaan negara dari pendapatan bea masuk yaitu bea masuk antidumping dan pajak dalam rangka impor (PDRI) pada DJBC.
Berdasarkan hasil pemeriksaan database Customs Excise Information System Automation (Ceisa) Impor, terdapat potensi penerimaan negara yang belum ditetapkan, yakni bea masuk dan PDRI senilai Rp116,15 miliar.
Selain itu, masih ada potensi kekurangan penetapan bea masuk antidumping dan PDRI atas 212 importasi sebesar Rp78,7 miliar. (rig)