Ilustrasi gedung BPK.
JAKARTA, DDTCNews—Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kinerja TVRI kepada DPR. Sejumlah ketidakpatuhan atas peraturan perundang-undangan menjadi temuan auditor negara.
Anggota III BPK Achsanul Qosasi mengatakan pemeriksaan kinerja dilakukan untuk mengukur efektivitas penerapan regulasi dalam menunjang kinerja TVRI. Audit dilakukan untuk tahun anggaran 2017 hingga semester I/2019.
"Ada temuan yang signifikan terkait ketidakpatuhan yang dilakukan oleh dewan pengawas LPP TVRI," katanya di Kompleks Parlemen, Rabu (26/2/2020).
Temuan pertama adalah belum memadainya aturan perundang-undangan yang mengatur LPP TVRI yakni PP No.14/2005. Pada pasal 7 huruf d misalnya terkait tugas Dewan Pengawas (Dewas) yang mempunyai tugas memberhentikan Dewan Direksi.
Menurut BPK, Dewas menambahkan instrumen hasil penilaian kinerja dewan direksi yang disebut BPK bersifat subjektif. Pasalnya, penilaian tetap bisa bervariasi meski kinerja dewan direksi mencapai 100%.
Temuan kedua, terkait Pasal 18 ayat (1) yang mengatakan Dewas adalah jabatan noneselon. Pasal tersebut kemudian diterjemahkan bahwa Dewas merupakan jabatan setingkat menteri dan kepala BPK.
Dengan tafsir sendiri tersebut, Dewas bisa mengalokasikan tunjangan transportasi sebesar Rp5 juta per bulan dan akomodasi tiket penerbangan kelas bisnis.
“Temuan ini menunjukkan adanya ketidakharmonisan antara aturan perundang-undangan dengan aturan yang diciptakan internal TVRI sehingga menimbulkan konflik," papar Achsanul.
Temuan selanjutnya adalah ketentuan Dewas No.2/2018 tidak sesuai dengan PP No.13/2005. Dalam ketentuan Dewas itu, kewenangan Dewas menjadi bertambah. Misal, bisa mengangkat tenaga ahli, padahal tidak diatur dalam PP No.13/2005.
Dewas juga berhak mengajukan pertanyaan, akses data dan informasi serta melakukan pemantauan kerja. Kewenangan ini, kata BPK, tumpang tindih dengan tugas satuan pengawasan intern TVRI.
Kemudian, Dewas juga ternyata bisa menetapkan besaran gaji dan tunjangan Dewan Direksi. Padahal pedoman besaran gaji sudah diatur dalam surat menteri keuangan No.566/MK.02/2017.
“Penambahan wewenang Dewas menjadikan kegiatan operasional terganggu dan menjadi lambat, serta berpotensi timbul konflik hubungan kerja antara Dewas dengan Direksi,” imbuhnya. (rig)