JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah akan menyusun draf Rancangan Undang-Undang (RUU) baru untuk disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) jika hendak mengeksekusi kebijakan penurunan tarif pajak pertambahan nilai (PPN).
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan ruang untuk menurunkan tarif PPN cukup terbuka. Namun, ia akan mempertimbangkan kondisi perekonomian terlebih dahulu, lalu mendorong permintaan serta memperbaiki daya beli masyarakat.
"Nanti kita lihat, kalau perlu [menurunkan tarif PPN] kita propose ke parlemen," kata Purbaya kepada awak media di Kantor DJP, Rabu (15/10/2025).
Menurut Purbaya, mengubah kebijakan PPN dapat berjalan lebih mulus jika mendapatkan dukungan langsung dari DPR. Apabila demikian, proses pengajuan dari RUU menjadi UU baru atau perubahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) bisa lebih cepat.
"Kan berarti lebih gampang [ketika DPR ternyata mendukung penurunan PPN]," tuturnya.
Namun, Purbaya menegaskan mengubah kebijakan tarif PPN bukan hal yang mudah. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus mempetimbangkan sekaligus mengkalkulasi banyak aspek sebelum membongkar ulang kebijakan PPN.
Salah satu aspek yang menjadi bahan pertimbangan ialah kondisi perekonomian nasional hingga awal 2026. Oleh karena itu, menteri keuangan tidak ingin buru-buru menerapkan kebijakan fiskal baru.
"Tapi sekarang belum dihitung dan belum akan diputuskan, karena saya menunggu bagaimana kondisi perekonomian paling enggak sampai kuartal I/2026," ujar Purbaya.
Selanjutnya, Purbaya juga akan meninjau dampak kebijakan fiskal yang saat ini sedang dijalankan terlebih dahulu. Dua di antaranya, yakni melakukan efisiensi anggaran kementerian/lembaga dengan merealokasi pagu, serta menyuntikkan dana pemerintah ke bank himbara.
Dia juga mengaku akan berhati-hati menerapkan kebijakan fiskal karena berpotensi memperlebar defisit APBN. Dia khawatir perubahan kebijakan PPN yang tidak ditakar dan salah dapat berimbas memperlebar defisit melebihi 3%.
"Saya harus hati-hati. Jangan sampai saya turunin PPN tau-tau berantakan semuanya. Nanti defisitnya di atas 3%. Jadi, kita harus balance, timbang-timbang mana yang paling baik," katanya. (rig)