JAKARTA, DDTCNews - Kabar mengenai pemanfaatan pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% bagi pelaku UMKM kembali mendapat sorotan publik. Ternyata, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bakal menelisik praktik 'pecah usaha' yang dilakukan oleh pelaku UMKM demi terus menggunakan tarif pajak rendah.
Topik ini ramai dibicarakan oleh netizen dalam sepekan terakhir.
Purbaya mengaku sudah pernah mendengar maraknya praktik tersebut oleh pelaku usaha yang omzetnya melampaui Rp4,8 miliar dalam setahun. Baca Purbaya Akan Dalami Praktik Pemecahan Usaha oleh WP UMKM.
"Nanti coba kita lihat deh, saya dengar juga katanya ada yang Rp4,8 miliar, kalau sudah sampai situ dia pecah segala macam," ujar Purbaya.
Menurut Purbaya, pemerintah seharusnya memiliki database untuk melacak praktik-praktik tersebut. Guna mengembangkan database dimaksud, dia mengatakan pihaknya akan menjajaki kerja sama dengan Kementerian Hukum.
"Saya coba dalami lagi, bisa enggak kita deteksi itu dengan database yang ada di coretax maupun kerja sama dengan database di Kementerian Hukum," ujar Purbaya.
Meski demikian, Purbaya menekankan bahwa upaya ini tidak akan bisa menghasilkan tambahan penerimaan yang signifikan dalam waktu singkat.
Sebagai informasi, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menyoroti praktik pemecahan usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam rangka terus memanfaatkan skema PPh final UMKM dengan tarif 0,5%.
Pelaku usaha tersebut memecah usahanya menjadi beberapa unit agar terhindar dari kewajiban untuk beralih dari skema PPh final UMKM ke rezim umum.
Meski demikian, Airlangga mengatakan pemerintah akan tetap memperpanjang jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM hingga 2029 khusus bagi UMKM yang merupakan wajib pajak orang pribadi.
"Pajaknya tetap final 0,5%, tapi jangan buka toko [baru] ketika omzetnya sudah Rp5 miliar diturunin ke toko tetangga, lalu tukar menukar faktur," kata Airlangga.
Selain kabar soal pemecahan usaha oleh pelaku UMKM, ada beberapa bahasan lain yang menarik untuk diulas kembali. Di antaranya, ketentuan baru soal pelaporan beneficial ownership, kerapnya pemutihan pajak oleh pemerintah daerah, realisasi penerimaan pajak yang masih jauh dari harapan, hingga iming-iming bonus bagi pegawai pajak.
Kementerian Hukum akan mengubah mekanisme sistem pelaporan data kepemilikan manfaat atau beneficial ownership.
Selama ini, pelaporan beneficial ownership dilaksanakan secara mandiri atau self-declaration sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) 13/2018. Namun, skema ini dipandang tidak optimal karena tak didukung oleh instrumen verifikasi yang memadai.
“Guna mengatasi tantangan mendasar ini, kita tidak dapat lagi bekerja secara parsial dan sektoral. Hari ini, kita mendeklarasikan dimulainya sebuah era baru. Berlandaskan Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) 2/2025, kita beralih dari paradigma self-declaration menuju verifikasi kolaboratif yang terintegrasi," kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
PT Jasa Raharja berharap kepatuhan pajak dapat membaik seiring dengan pelaksanaan program pemutihan pajak kendaraan bermotor (PKB) di berbagai wilayah.
Plt. Direktur Utama Jasa Raharja Dewi Aryani Suzana mengatakan program pemutihan PKB bertujuan memberikan kemudahan kepada masyarakat sekaligus memperkuat kesadaran pentingnya tertib administrasi kendaraan bermotor. Menurutnya, Jasa Raharja di daerah juga turut mendukung penyelenggaraan program pemutihan PKB oleh pemprov.
"Relaksasi pajak kendaraan bermotor ini merupakan bentuk kepedulian pemerintah dan Jasa Raharja terhadap kondisi masyarakat. Dengan adanya keringanan administratif, kami berharap masyarakat dapat segera melunasi kewajibannya tanpa merasa terbebani," katanya.
Ditjen Pajak (DJP) mencatat penerimaan pajak pada Januari hingga September 2025 baru terealisasi senilai Rp1.273,35 triliun.
Bila dibandingkan dengan penerimaan pajak pada periode Januari hingga September 2024 yang mampu mencapai Rp1.354,82 triliun, penerimaan pajak pada tahun ini terkontraksi kurang lebih sebesar 6,01%.
"Sampai dengan kuartal III/2025, capaian realisasi penerimaan neto kita masih berada di angka Rp1.273,35 triliun atau setara dengan 58,16% dari total target APBN 2025 senilai Rp2.189,3 triliun," ujar Direktur Penegakan Hukum DJP Eka Sila Kusna Jaya.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto merilis Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-17/PJ/2025 tentang Penentuan Tempat Terdaftar Bagi Wajib Pajak, Orang Pribadi, dan Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Besar, Khusus, dan Madya.
Beleid itu mengatur penetapan tempat terdaftar bagi wajib pajak orang pribadi dan badan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Besar, Khusus, dan Madya. PER-17/PJ/2025 dirilis untuk menyesuaikan ketentuan pasca-berlakunya PMK 81/2024.
“Perlu dilakukan penyesuaian ketentuan mengenai tempat pendaftaran Wajib Pajak dan pelaku usaha melalui sistem elektronik dan/atau tempat pelaporan usaha pengusaha kena pajak pada ... Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar,... Khusus, dan ... Madya,” bunyi pertimbangan PER-17/PJ/2025.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akan menyiapkan insentif atau bonus bagi pegawai DJP yang berprestasi dan bekerja keras dalam mengamankan penerimaan pajak.
Purbaya menilai pemberian insentif bertujuan untuk memperbaiki etos kerja, sekaligus memantik semangat pegawai DJP. Menurutnya, pegawai dengan kinerja yang mumpuni memang perlu diberikan imbalan.
"Orang pajak dimarah-marahin terus males kerja juga kan. Jadi harus ada stick and carrot ya. Misal, prestasi mereka bisa menaikkan tax ratio kita, mungkin saya akan minta semacam insentif supaya mereka dihargai sedikit," katanya dalam acara Squawk Box. (sap)