KEBIJAKAN PEMERINTAH

AS Minta Bea Masuk 0%, Sri Mulyani Waspadai Efeknya ke Produk Lokal

Aurora K. M. Simanjuntak
Rabu, 30 Juli 2025 | 17.00 WIB
AS Minta Bea Masuk 0%, Sri Mulyani Waspadai Efeknya ke Produk Lokal
<p>Ilustrasi. Foto udara aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Kendari New Port, Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (9/4/2025). ANTARA FOTO/Andry Denisah/tom.</p>

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai dampak kesepakatan perdagangan resiprokal antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) terhadap daya saing produk lokal.

Sri Mulyani mengatakan harga komoditas seperti minyak dan gas bumi (migas) serta produk pangan berpotensi anjlok akibat permintaan AS untuk dikenakan tarif bea masuk 0%.

"Impor dengan tarif 0% atas produk Amerika Serikat diperkirakan mendorong harga produk migas dan pangan Indonesia menjadi lebih rendah," ujar Sri Mulyani, dikutip pada Rabu (30/7/2025).

Kesepakatan perdagangan resiprokal telah menjadi landasan bagi AS untuk menurunkan tarif bea masuk resiprokal atas barang Indonesia yang awalnya sebesar 32% menjadi sebesar 19%. Dengan kesepakatan tersebut, Indonesia sepakat untuk memberikan fasilitas bea masuk 0% atas barang impor dari AS.

Tak hanya itu, Indonesia juga berkomitmen untuk mengimpor minyak dan LPG dari AS senilai US$15 miliar, produk pertanian AS senilai US$4,5 miliar, dan 50 unit pesawat pabrikan Boeing senilai US$3,2 miliar.

Di sisi lain, Sri Mulyani menilai proses negosiasi hingga berhasil menurunkan bea masuk menjadi 19% ini turut memberikan kepastian bagi sejumlah eksportir dalam negeri, terutama dari sektor industri tekstil, alas kaki, dan furnitur. Seiring dengan tercapainya kesepakatan tersebut, ekspor produk Indonesia ke AS diharapkan tetap terjaga.

Menurutnya, kesepakatan perdagangan Indonesia-AS juga menjadi momentum untuk mempercepat deregulasi kebijakan. Dalam hal ini, pemerintah akan terus meninjau dampak rambatan yang berpotensi mencederai perekonomian nasional.

"Perkembangan risiko rambatan perlu terus dicermati," katanya.

Sri Mulyani menambahkan kinerja sektor manufaktur yang masih lesu juga perlu menjadi perhatian. PMI Manufaktur pada Juni 2025 tercatat mengalami kontraksi dan berada di level 46,9. Padahal, sektor ini merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi dan pendongkrak kinerja ekspor. (dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.