Pemeriksaan barang kiriman oleh petugas Ditjen Bea dan Cukai. |
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan pemerintah telah menyiapkan fasilitas fiskal yang dapat dimanfaatkan para pekerja migran Indonesia (PMI).
Kasubdit Impor DJBC Chotibul Umam mengatakan fasilitas fiskal bagi PMI berlaku untuk 3 skema impor, meliputi impor barang yang diperlakukan sebagai barang pindahan, bawaan penumpang, dan barang kiriman.
"Untuk barang PMI, bisa sebagai barang bawaan penumpang ketika pulang, bisa mengirim barang sebagai barang kiriman, bisa sebagai barang pindahan. Justru banyak fasilitasnya untuk PMI," ujarnya dalam media briefing, dikutip pada Sabtu (5/7/2025).
Chotibul menjelaskan khusus untuk barang pindahan, PMI bisa mendapatkan fasilitas berupa pembebasan bea masuk sepenuhnya sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 25/2025.
Namun, dia menegaskan PMI harus mematuhi persyaratan yang berlaku baru lah bisa mendapatkan fasilitas fiskal. Persyaratan itu antara lain warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dan ingin pindah ke Indonesia harus menetap di luar negeri minimal 12 bulan.
Jangka waktu menetap 12 bulan tersebut dibuktikan dengan surat keterangan (SK) pindah perwakilan dilampiri dengan kontrak kerja atau dokumen bukti kerja lain.
Chotibul mencontohkan PMI tinggal dan bekerja di Jepang selama 2 tahun. Ketika mau pindah ke Indonesia, barang-barang pindahan milik PMI bisa mendapatkan pembebasan bea masuk.
"Selama di Jepang 2 tahun tadi, PMI kan bisa mengirim barang, dan perlakuannya sebagai barang kiriman PMI," imbuhnya.
Kemudian, atas barang kiriman PMI dengan nilai pabean paling banyak FOB US$500, akan memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk, tidak dipungut PPN dan PPnBM, serta dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor.
Fasilitas diberikan dengan ketentuan pengiriman barang dilakukan maksimal 3 kali dalam 1 tahun untuk PMI yang terdaftar dalam BP2MI, serta maksimal 1 kali untuk PMI selain yang terdaftar dalam BP2MI. Ketentuan ini diatur dalam PMK 96/2023 s.t.d.t.d. PMK 4/2025. (dik)