Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Peraturan Dirjen Pajak No.PER-12/PJ/2025 memerinci ketentuan mata uang yang digunakan dalam penyetoran pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Sesuai dengan ketentuan, pelaku usaha PMSE yang ditunjuk sebagai pihak lain wajib untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN PMSE. Sehubungan dengan kewajiban penyetoran, PER-12/PJ/2025 menegaskan penyetoran PPN PMSE bagi pihak lain dalam negeri menggunakan mata uang rupiah.
“Pihak Lain Dalam Negeri yang ditunjuk sebagai Pihak Lain…melakukan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut…dengan menggunakan mata uang rupiah,” bunyi Pasal 12 ayat (3) PER-12/PJ/2025, dikutip pada Minggu (29/6/2025).
Sementara itu, pihak lain yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar negeri bisa menyetorkan PPN PMSE menggunakan: (i) mata uang rupiah, dengan kurs yang ditetapkan dengan keputusan menteri yang berlaku pada tanggal penyetoran; atau (ii) mata uang dolar Amerika Serikat.
Penggunaan mata uang tersebut sesuai dengan mata uang yang dipilih oleh pihak lain luar negeri di akun coretax atau laman lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi DJP. Penyetoran PPN dalam mata uang dolar Amerika Serikat dilakukan ke kas negara melalui collecting agent. Simak Apa Itu Collecting Agent?
Collecting agent yang dimaksud yaitu collecting agent yang dapat menerima penyetoran PPN dalam mata uang dolar Amerika Serikat. Ketentuan penggunaan mata uang itu sedikit berbeda apabila dibandingkan dengan ketentuan terdahulu.
Sebelumnya, berdasarkan PER-12/PJ/2020, pemungut PPN PMSE (sekarang disebut pihak lain) bisa menyetorkan PPN PMSE menggunakan mata uang rupiah, mata uang dolar, atau mata uang asing lainnya yang ditetapkan oleh dirjen pajak.
Dengan demikian, PER-12/PJ/2020 tidak membedakan ketentuan penggunaan mata uang antara pelaku usaha PMSE dalam negeri dan pelaku usaha PMSE luar negeri. Selain itu, PER-12/PJ/2020 juga memberikan opsi penggunaan mata uang selain rupiah dan dolar Amerika Serikat.
Penyesuaian ketentuan seputar penggunaan mata uang asing tersebut menyelaraskan dengan ketentuan PMK 81/2024. Sebelumnya, pemerintah telah mengubah sejumlah ketentuan seputar PPN PMSE melalui PMK 81/2024 seiring dengan berlakunya coretax.
Selain menyesuaikan ketentuan penggunaan mata uang, PER-12/PJ/2025 juga memerinci ketentuan penyetoran PPN PMSE. Merujuk Pasal 12 ayat (7) PER-12/PJ/2025, penyetoran PPN yang dilakukan pihak lain diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal setor yang tertera pada bukti penerimaan negara
Dalam hal batas akhir penyetoran bertepatan dengan hari libur maka penyetoran dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. Hari libur yang dimaksud, yaitu hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, pemilu, atau hari yang ditetapkan sebagai cuti bersama secara nasional
Selain itu, PER-12/PJ/2025 juga mengatur ketentuan penyetoran PPN PMSE bagi pelaku usaha PMSE yang status pihak lainnya telah dicabut. PER-12/PJ/2025 menegaskan PPN PMSE yang sudah dipungut tetapi belum disetorkan tetap harus disetorkan ke kas negara
“PPN yang telah dipungut oleh Pelaku Usaha PMSE yang telah dicabut penunjukannya sebagai Pihak Lain…, tetapi belum disetorkan, wajib disetorkan ke kas negara,” bunyi Pasal 12 ayat (8) PER-12/PJ/2025
Sebagai informasi, pelaku usaha PMSE adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha di bidang PMSE. Pelaku usaha PMSE terdiri atas penjual, Penyelenggara PMSE (PPMSE) Luar Negeri, dan/atau PPMSE Dalam Negeri. Adapun PMSE adalah = perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui sistem elektronik.
Sesuai dengan ketentuan, pelaku usaha PMSE yang memenuhi batasan kriteria tertentu akan ditunjuk sebagai pihak lain. Sebagai pihak lain, pelaku usaha PMSE diwajibkan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atas pemanfaatan barang kena pajak (BKP) tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak (JKP) dari daerah pabean melalui PMSE
Pasal 4 PER-12/PJ/2025, batasan kriteria tertentu itu meliputi: (i) nilai transaksi dengan pembeli di Indonesia melebihi Rp600 juta dalam setahun atau Rp50 juta dalam sebulan; dan/atau (ii) jumlah traffic atau pengakses di Indonesia melebihi 12.000 dalam setahun atau 1.000 dalam sebulan. (rig)