Ilustrasi. Gedung Ditjen Pajak.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-6/PJ/2025 yang mengatur ketentuan seputar pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak (restitusi dipercepat).
Beleid tersebut dirilis untuk menyesuaikan ketentuan seputar penetapan pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah yang sebelumnya diatur dalam PER-4/PJ/2021. Selain itu, PER-6/PJ/2025 diterbitkan untuk menyesuaikan tata cara restitusi dipercepat.
“Bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam penetapan PKP berisiko rendah dan kemudahan dalam pelaksanaan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak,” bunyi pertimbangan PER-6/PJ/2025, dikutip pada Senin (9/6/2025).
Sesuai dengan ketentuan, PKP berisiko rendah merupakan salah satu pihak yang berhak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pajak masukan (restitusi) pada setiap masa pajak. Pengembalian kelebihan pajak masukan tersebut dilakukan dengan skema restitusi dipercepat.
Tentu tidak semua pihak bisa dikategorikan sebagai PKP berisiko rendah. Adapun PER-6/PJ/2025 menetapkan ada 9 pihak yang termasuk PKP berisiko rendah. Pertama, perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
Kedua, BUMN dan BUMN. Ketiga, PKP yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama (MITA) Kepabeanan. Keempat, PKP yang ditetapkan sebagai operator ekonomi bersertifikat (authorized economic operator/AEO).
Kelima, pabrikan atau produsen yang dalam kegiatan usahanya: (i) menghasilkan barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP); dan (ii) memiliki tempat untuk melakukan kegiatan produksi.
Keenam, PKP yang memenuhi ketentuan sebagai wajib pajak persyaratan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (2) huruf f PMK 39/2018. Ketujuh, pedagang besar farmasi yang memiliki: (i) sertifikat distribusi farmasi atau izin pedagang besar; dan (ii) sertifikat cara distribusi obat yang baik.
Kedelapan, distributor alat kesehatan yang memiliki: (i) sertifikat distribusi alat kesehatan atau izin penyalur alat kesehatan; dan (ii) sertifikat cara distribusi alat kesehatan yang baik.
Kesembilan, perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara dengan kepemilikan saham lebih dari 50%.
Apabila disandingkan dengan PER-4/PJ/2021, PER-6/PJ/2025 kini menambah PKP yang memenuhi ketentuan wajib pajak persyaratan tertentu sebagai PKP berisiko rendah. Namun, pengkategorian wajib pajak persyaratan tertentu sebagai PKP berisiko rendah bukanlah ketentuan baru.
Sebelumnya, pengkategorian wajib pajak persyaratan tertentu sebagai PKP berisiko rendah telah diatur dalam PMK 117/2019. Adapun PMK 117/2019 merupakan perubahan pertama atas PMK 39/2018 yang mengatur soal tata cara restitusi dipercepat.
Selain itu, PER-6/PJ/2025 menegaskan kembali bahwa wajib pajak persyaratan tertentu dikategorikan sebagai PKP berisiko rendah tanpa perlu menyampaikan permohonan penetapan. Hal ini sebelumnya telah diatur dalam Pasal 14 ayat (8) PMK 39/2018 s.t.d.t.d PMK 119/2024.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) PMK 39/2018 s.t.d.d PMK 209/2021, ada 4 pihak yang termasuk wajib pajak persyaratan tertentu. Pertama, wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih bayar restitusi.
Kedua, wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp100 juta.
Ketiga, wajib pajak badan yang menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp1 miliar. Keempat, PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar.
PER-6/PJ/2025 juga menyesuaikan ketentuan percepatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak bagi wajib pajak orang pribadi yang memenuhi persyaratan tertentu. Sebelumnya, ketentuan tersebut diatur dalam PER-5/PJ/2023.
PER-6/PJ/2025 ditetapkan pada 21 Mei 2025 dan mulai berlaku pada tanggal yang sama. Berlakunya PER-6/PJ/2025 akan sekaligus mencabut dan menggantikan PER-4/PJ/2021 dan PER-5/PJ/2023. (rig)