JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah tengah menyiapkan paket kebijakan ekonomi terbaru untuk meredam dampak kebijakan bea masuk AS terhadap perekonomian nasional. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Selasa (22/4/2025).
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan paket kebijakan ekonomi tersebut bertujuan melindungi pelaku usaha di dalam negeri dari dampak kebijakan tarif AS. Salah satu poin dalam paket kebijakan tersebut adalah kemudahan pelayanan perpajakan.
"Terkait dengan paket ekonomi, ini sedang dalam pembahasan," katanya.
Dalam paket kebijakan ekonomi tersebut, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto akan lebih banyak memberikan kemudahan pelayanan bagi dunia usaha. Salah satunya ialah mengenai perizinan impor dan pengaturan kuota impor.
Kemudian, pemerintah juga akan memberikan kemudahan mengurus Angka Pengenal Impor (API) melalui online single submission (OSS). Selain itu, pemerintah juga akan memasukkan kemudahan pelayanan pajak dan kepabeanan dalam paket kebijakan ekonomi yang baru.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya sempat memaparkan 5 kebijakan fiskal dan deregulasi perpajakan sebagai respons atas kebijakan tarif AS. Pertama, kemudahan administrasi pajak dan kepabeanan yang sebetulnya telah berlaku.
Kemudahan yang dimaksud antara lain seperti pemeriksaan pajak berdasarkan PMK 15/2025, restitusi pajak berdasarkan PMK 39/2018 s.t.d.t.d PMK 119/2024, serta perizinan dan pengawasan ekspor/impor.
Kedua, menurunkan tarif PPh Pasal 22 impor atas produk tertentu seperti elektronik, seluler, laptop. Tarif PPh Pasal 22 impor akan diturunkan dari 2,5% menjadi tinggal 0,5%.
Ketiga, penurunan tarif bea masuk atas barang impor dari AS seperti besi baja, alat kesehatan, dan produk pertambangan, dari 5% hingga 10% menjadi sebesar 0% hingga 5%. Penurunan ini berlaku atas barang-barang yang dikenai tarif bea masuk most favoured nation (MFN).
Keempat, penurunan tarif bea keluar CPO sebesar 0% hingga 25%. Indonesia saat ini menerapkan bea masuk atas ekspor CPO jika harga referensinya di atas US$680/MT.
Kelima, percepatan proses penerbitan kebijakan trade remedies seperti bea masuk antidumping dan bea masuk tindak pengamanan, dari biasanya 30 hari menjadi 15 hari sejak usulan dari Kementerian Perdagangan diterima.
Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai Mahkamah Konstitusi yang menggelar sidang uji materiil atas ketentuan PPN dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Ada juga bahasan mengenai rencana pembukaan USKP Periode 1/2025.
Anggota Komisi XI DPR Muhammad Kholid menilai pemerintah perlu menyiapkan APBN sebagai bantalan fiskal di tengah memanasnya situasi perdagangan global.
Dalam situasi global yang sulit tersebut, Kholid mengatakan negara membutuhkan fiskal yang kuat untuk memastikan agenda pembangunan nasional tetap terlaksana. Menurutnya, optimalisasi penerimaan perpajakan pun menjadi prasyarat dapat menguatkan APBN.
"Kita membutuhkan dorongan fiskal yang kuat. Oleh karena itu, penerimaan perpajakan harus terus ditingkatkan secara signifikan," katanya. (DDTCNews)
Komite Pelaksana Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak (KP3SKP) mengimbau peserta mengulang Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) tingkat A dan tingkat B untuk bersiap.
Sebab, KP3SKP segera membuka pendaftaran USKP Periode I 2025. Pada periode pertama, USKP dikhususkan bagi peserta mengulang USKP tingkat A dan tingkat B pada database aplikasi pendaftaran.
“Calon peserta periode I ini khusus bagi peserta USKP status mengulang Tingkat A dan Tingkat B pada database aplikasi pendaftaran,” jelas KP3SKP melalui laman Kemenkeu Learning Center (KLC). (DDTCNews)
DJP mengimbau para wajib pajak badan supaya tidak terlambat mengajukan pemberitahuan perpanjangan waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2024.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti menegaskan wajib pajak harus menyampaikan pemberitahuan perpanjangan ke DJP paling lambat 30 April sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81/2024.
"Hal ini diatur berdasarkan ketentuan PMK 81/2024," ujarnya. (DDTCNews)
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil atas ketentuan PPN dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Tujuh pemohon dengan beragam latar belakang, mulai dari ibu rumah tangga, mahasiswa, pekerja swasta, pelaku usaha mikro, hingga pengemudi ojek online meminta MK untuk membatalkan tarif PPN 12% dalam UU PPN s.t.d.t.d UU HPP.
Penerapan PPN dengan tarif sebesar 12% menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pemohon. Ketidakpastian timbul salah satunya akibat pertentangan antara tarif PPN sebesar 12% pada Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN dan PMK 131/2024. (DDTCNews)
Amerika Serikat (AS) melalui US Trade Representative (USTR) mempertanyakan tarif cukai yang diberlakukan oleh Indonesia atas minuman beralkohol impor.
Sebab, minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA) impor dikenai cukai dengan tarif yang lebih tinggi dibandingkan dengan MMEA yang diproduksi di dalam negeri.
"Rezim cukai Indonesia saat ini mengenakan cukai dengan tarif yang lebih tinggi pada MMEA impor ketimbang minuman beralkohol lokal," tulis USTR dalam 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers. (DDTCNews/Kontan)
Dekan Asian Development Bank (ADB) Institute Bambang Brodjonegoro mengatakan rencana pembentukan semi-autonomous revenue agency (SARA) harus memiliki tujuan yang jelas.
Jika pembentukan SARA dilaksanakan dengan tepat maka langkah tersebut bisa mendukung upaya peningkatan rasio perpajakan (tax ratio). Contoh sukses dari pembentukan SARA bisa dilihat di Ghana.
"Tahun 2009 ketika Ghana Revenue Authority (GRA) dibentuk, tax ratio-nya sekitar 10%. Pada 2022, meski cukup lama, mereka kelihatan punya grafik [tax ratio] yang cenderung terus meningkat, yang paling tinggi itu mencapai 14%," katanya. (DDTCNews)
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?
Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel dan dapatkan berita pilihan langsung di genggaman Anda.
Ikuti sekarang! Klik tautan: link.ddtc.co.id/WACDDTCNews