PER-2/BC/2025

DJBC Rilis Aturan Pelaksana Terbaru soal Audit Kepabeanan dan Cukai

Dian Kurniati
Senin, 10 Maret 2025 | 13.00 WIB
DJBC Rilis Aturan Pelaksana Terbaru soal Audit Kepabeanan dan Cukai

Dirjen Bea dan Cukai Askolani.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menerbitkan Peraturan Dirjen Bea dan Cukai No. PER-2/BC/2025 terkait dengan tata laksana audit kepabeanan dan audit cukai.

Peraturan yang diteken oleh Dirjen Bea dan Cukai Askolani tersebut diterbitkan sebagai peraturan pelaksana PMK 114/2024 tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai. Melalui peraturan ini, pemerintah berupaya mengoptimalkan kegiatan audit kepabeanan dan/atau audit cukai.

"Audit terdiri atas audit umum; audit investigasi; dan audit khusus," bunyi Pasal 2 PER-2/BC/2025, dikutip pada Senin (10/3/2025).

Audit investigasi dilaksanakan berdasarkan permintaan direktur penindakan dan penyidikan, kepala kanwil, atau kepala kantor pelayanan utama (KPU). Direktur audit dapat meminta penjelasan atas permintaan sebelum menyetujui dilakukan audit investigasi. Pelaksanaan audit investigasi ini juga harus didahulukan dari audit umum dan audit khusus guna penyelesaian secepatnya.

Kemudian, audit khusus dapat berupa audit khusus dalam rangka keberatan atas penetapan pejabat bea dan cukai; atau audit khusus dengan tujuan tertentu lainnya.

Audit khusus dalam rangka keberatan dilakukan berdasarkan permintaan pejabat bea dan cukai yang mempunyai tugas dan menyelenggarakan fungsi di bidang keberatan kepabeanan dan cukai. Adapun direktur audit dapat meminta penjelasan atas permintaan audit khusus sebelum menyetujui dilakukan audit khusus.

Periode audit umum ditetapkan selama 21 bulan sampai dengan akhir bulan sebelum bulan penerbitan surat tugas. Sementara itu, periode audit investigasi dan audit khusus ditetapkan sesuai kebutuhan.

Dalam hal periode audit umum kurang dari 21 bulan, periode audit umum dimulai sejak akhir periode audit umum sebelumnya atau sejak auditee melakukan kegiatan kepabeanan dan/atau cukai, sampai dengan akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas.

Penentuan objek audit dan objek analisis tujuan lain dilakukan oleh direktur audit melalui kepala subdirektorat yang mempunyai tugas dan menyelenggarakan fungsi di bidang perencanaan audit; atau kepala kanwil atau kepala KPU melalui pejabat bea dan cukai yang ditunjuk untuk menyelenggarakan fungsi di bidang perencanaan audit.

Dalam melaksanakan proses penentuan objek audit dan objek analisis tujuan lain, direktur audit, kepala kanwil, atau kepala KPU dapat melakukan akses data kepabeanan dan cukai secara elektronik; meminta data dan/atau informasi kepada unit kerja di lingkungan DJBC; dan/ atau meminta data dan/atau informasi kepada instansi di luar DJBC.

Berdasarkan permintaan direktur audit, kepala kanwil, atau kepala KPU itulah, unit kerja di lingkungan DJBC harus memberikan akses secara elektronik dan/atau memberikan data dan/atau informasi yang diminta.

Proses penentuan objek audit dilakukan melalui penentuan objek analisis; kegiatan analisis; dan penerbitan Nomor Penugasan Audit (NPA). Proses penentuan objek analisis tujuan lain dilakukan melalui penentuan objek analisis; kegiatan analisis; dan penyampaian Laporan Analisis Tujuan Lain (LATL).

"Penentuan objek analisis ... dilakukan berdasarkan manajemen risiko," bunyi Pasal 10 ayat (1) PER-2/BC/2025.

Kegiatan pelaksanaan audit dilakukan oleh tim audit berdasarkan surat tugas, dalam hal audit umum atau audit khusus; atau surat perintah, dalam hal audit investigasi, yang diterbitkan berdasarkan NPA yang dilengkapi dengan Laporan Analisis Objek Audi (LAOA).

Tim audit dapat mengajukan permohonan perpanjangan periode audit menjadi paling lama 10 tahun dalam hal 4 kondisi. Pertama, terdapat indikasi pelanggaran yang berulang-ulang baik yang terjadi di dalam periode audit maupun yang terjadi di luar periode audit.

Kedua, terdapat informasi dari pihak lain yang menyatakan bahwa terdapat indikasi pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai yang terjadi di luar periode audit. Ketiga, terdapat informasi lainnya berdasarkan pertimbangan tim audit.

Keempat, terdapat perintah atau permintaan dirjen bea dan cukai, direktur audit, kepala kanwil, atau kepala KPU.

Perpanjangan periode audit dapat meliputi seluruh atau sebagian dari objek audit. Permohonan perpanjangan periode audit diajukan kepada direktur audit, kepala kanwil, atau kepala kantor pelayanan.

Pada pelaksanaannya, tim audit harus menyampaikan surat tugas kepada auditee untuk jenis audit umum dilengkapi dengan daftar kuesioner audit (DKA). DKA disampaikan kepada auditee untuk diisi dan disampaikan kembali kepada pejabat bea dan cukai yang menerbitkan surat tugas.

DKA yang telah diisi oleh auditee bersifat rahasia dan digunakan oleh pejabat bea dan cukai yang menerbitkan surat tugas untuk menilai kinerja tim audit dan tata laksana audit.

Berdasarkan permintaan, auditee harus menyerahkan data audit, contoh sediaan barang, dan informasi lainnya dengan beberapa ketentuan. Dalam hal audit umum dan audit khusus, penyerahan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 hari kerja terhitung sejak tanggal surat permintaan diterima oleh auditee.

Kemudian dalam hal audit investigasi, penyerahan dilakukan paling lambat pada saat surat permintaan diterima oleh auditee.

Dalam hal auditee mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyerahan data audit, contoh sediaan barang, dan informasi lainnya, tim audit dapat memberikan persetujuan perpanjangan jangka waktu penyerahan paling lama 3 hari kerja.

Tim audit dapat mengajukan rekomendasi pemblokiran akses kepabeanan dan/atau rekomendasi pembekuan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), dalam hal auditee dianggap menolak membantu kelancaran audit; atau auditee tidak bersedia atau tidak menyerahkan data audit, contoh sediaan barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan audit investigasi secara lengkap dalam jangka waktu penyerahan.

Dirjen bea dan cukai, direktur audit, kepala kanwil, atau kepala KPU dapat menghentikan pelaksanaan audit, dalam hal auditee tidak ditemukan; data auditee tidak tersedia karena sedang dalam pemeriksaan oleh instansi di luar Kemenkeu; serta auditee tidak bersedia atau tidak menyerahkan data audit, contoh sediaan barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan audit investigasi secara lengkap dalam jangka waktu.

Selain itu, penghentian pelaksanaan audit juga dapat dilakukan karena auditee dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; berdasarkan rekomendasi dari unit kerja di lingkungan DJBC dan/atau instansi di luar DJBC; dan/atau keadaan di luar kemampuan atau kondisi kahar yang meliputi bencana dan/atau keadaan lain.

"Untuk setiap audit yang dilaksanakan di Direktorat Audit, kantor wilayah, dan kantor pelayanan utama harus dibuat laporan pelaksanaan audit," bunyi Pasal 62 ayat (1) PER-2/BC/2025.

Penerbitan PER-2/BC/2025 tersebut juga mencabut beberapa perdirjen bea dan cukai, yaitu PER-35/BC/2017 s.t.d.d PER-24/BC/2019, PER-23/BC/2019, PER-26/BC/2019, dan PER-27/BC/2019. Adapun PER-2/BC/2025 berlaku mulai 1 Maret 2025. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.