PMK 81/2024

PMK 81/2024 Perbarui Ketentuan Supertax Deduction, Begini Perinciannya

Nora Galuh Candra Asmarani
Selasa, 26 November 2024 | 15.30 WIB
PMK 81/2024 Perbarui Ketentuan Supertax Deduction, Begini Perinciannya

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – PMK 81/2024 turut mengatur ketentuan mengenai insentif pengurangan penghasilan bruto (supertax deduction) untuk kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Aturan tersebut tercantum dalam Bab VII bagian keempat PMK 81/2024.

Ketentuan terkait dengan supertax deduction untuk kegiatan litbang sebelumnya diatur dalam PMK 153/2020. Namun, PMK 81/2024 yang berlaku mulai 1 Januari 2025 ini, mencabut dan menggantikan PMK 153/2020.

“Pada saat peraturan menteri ini mulai berlaku:...PMK 153/2020 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tertentu di Indonesia...dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” bunyi pasal 483 angka 33, dikutip pada Selasa (26/11/2024).

Perubahan paling mencolok terdapat pada ketentuan perihal pelampiran surat keterangan fiskal (SKF) pada permohonan insentif. Nanti, berdasarkan PMK 81/2024, wajib pajak tak perlu lagi melampirkan SKF sepanjang telah memenuhi persyaratan untuk diberikan SKF.

Berdasarkan PMK 81/2024, wajib pajak cukup mengunggah proposal kegiatan litbang dan memenuhi persyaratan untuk diberikan SKF. Perubahan ketentuan lainnya ialah terkait dengan pihak yang melakukan penelitian atas permohonan insentif supertax deduction.

Sesuai dengan PMK 153/2020, kementerian di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pihak yang berwenang untuk meneliti kesesuaian antara proposal litbang dengan ketentuan dan kriteria yang berlaku.

Kini, berdasarkan PMK 81/2024, penelitian kesesuaian proposal litbang akan dilakukan oleh kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi.

Apabila ditelusuri, lembaga yang dimaksud mengacu pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Berdasarkan PP 78/2021 tentang BRIN, BRIN adalah lembaga pemerintah yang menyelenggarakan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapai, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi.

Selain persetujuan pemberian fasilitas, BRIN juga akan terlibat dalam proses pengajuan pemanfaatan fasilitas. Proses itu di antaranya penelitian kesesuaian antara proposal dengan realisasi kegiatan litbang.

Sebelum PMK 81/2024 terbit, layanan supertax deduction untuk kegiatan litbang sesungguhnya sudah melibatkan BRIN. Selain itu, PMK 81/2024 juga menghapus ketentuan penyampaian permohonan insentif supertax deduction secara luring.

Pada peraturan sebelumnya, yaitu Pasal 7 ayat (3) PMK 153/2020, pemerintah menyediakan opsi pengiriman permohonan insentif secara luring apabila sistem online single submission (OSS) tidak berjalan sebagaimana mestinya.

PMK 81/2024 juga menegaskan untuk bisa mendapat tambahan pengurang penghasilan bruto sebesar 50% maka litbang yang dilakukan harus menghasilkan hak kekayaan intelektual.

Hak kekayaan intelektual itu berupa paten atau hak perlindungan varietas tanaman yang terdaftar di kementerian hukum dan hak asasi manusia (HAM).

Perubahan-perubahan lainnya di PMK 81/2024 cenderung lebih bersifat redaksional. Misal, istilah perlindungan varietas tanaman tak lagi disingkat menjadi PVT. Ketentuan supertax deduction untuk selengkapnya dapat disimak dalam Perpajakan DDTC. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.