Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menerapkan pajak minimum global dengan tarif efektif sebesar 15% secara selektif.
Wakil Menteri Investasi Yuliot mengatakan top-up tax seyogianya dikenakan secara selektif hanya terhadap wajib pajak badan yang berasal dari negara yang sudah mengadopsi pajak minimum global sebagaimana dimaksud dalam Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).
"Kami mengusulkan penerapan top-up tax secara selektif, hanya bagi investor dari negara yang telah memberlakukan pajak minimum global," katanya dalam wawancara khusus, dikutip pada Jumat (13/9/2024).
Tak hanya itu, Yuliot menambahkan Kementerian Investasi juga sedang mengkaji insentif-insentif yang berlaku selama ini, seperti tax holiday dan tax allowance, agar insentif dimaksud tetap relevan pada saat pajak minimum global resmi berlaku.
"Ke depan, kita perlu menyesuaikan kebijakan ini dengan penerapan pajak minimum global sebesar 15%. Untuk itu, kita perlu memikirkan bagaimana struktur dan mekanisme nantinya sehingga insentif pajak tetap relevan," tuturnya.
Sebagai informasi, pajak minimum global dengan tarif efektif sebesar 15% berlaku atas grup perusahaan multinasional dengan pendapatan minimal €750 juta per tahun.
Dengan rezim pajak tersebut, yurisdiksi tempat ultimate parent entity (UPE) berlokasi bakal memiliki hak untuk mengenakan top-up tax atas laba dari yurisdiksi tertentu yang ternyata dipajaki dengan tarif efektif kurang dari 15%. Top-up tax dikenakan berdasarkan income inclusion rule (IIR).
Meski terdapat kewenangan bagi yurisdiksi UPE untuk mengenakan top-up tax melalui IIR, yurisdiksi sumber memiliki hak untuk terlebih dahulu mengenakan top-up tax dalam hal yurisdiksi dimaksud sudah mengadopsi qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT).
Saat ini, Indonesia telah mengadopsi pajak minimum global lewat Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022. Meski demikian, aspek teknis dari pengenaan pajak minimum global perlu diperinci melalui peraturan menteri keuangan (PMK).
Secara umum, insentif-insentif yang berbasis penghasilan (profit-based incentives) seperti tax holiday akan terdampak oleh pajak minimum global.
Sementara itu, insentif-insentif berbasis biaya (expenditure-based incentive) seperti tax allowance dan super tax deduction tidak akan terlalu dampak oleh kehadiran pajak minimum global.
Terkait dengan insentif perpajakan di Indonesia, DDTC baru-baru ini juga telah merilis buku Panduan Insentif Perpajakan di Indonesia 2024. Publikasi ini merupakan buku ke-25 yang diterbitkan DDTC.
Buku ini ditulis oleh Founder DDTC Darussalam dan Danny Septriadi bersama dengan Director DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji, DDTC Internal Tax Solutions Lead Made Astrin Dwi Kartini, serta DDTC Academy Lead N. Daniel Sohilait. (rig)