BERITA PAJAK HARI INI

Banding yang Diajukan WP secara Manual Bakal Diputuskan via e-Putusan

Redaksi DDTCNews
Jumat, 13 September 2024 | 09.00 WIB
Banding yang Diajukan WP secara Manual Bakal Diputuskan via e-Putusan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Putusan Pengadilan Pajak atas banding yang diajukan dan disidangkan secara fisik atau manual bakal bisa disampaikan melalui e-putusan. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (13/9/2024).

Apabila pengucapan putusan dilaksanakan secara elektronik melalui e-tax court maka pengucapannya dilakukan hanya dengan mengunggah putusan ke akun e-tax court milik pemohon banding.

"Ke depan, ada wacana untuk nanti yang manual bisa putusannya lewat e-putusan. Ini masih belum, tetapi pengembangan itu ada di program kami," kata Dara Puspitaningrum, salah satu anggota dari Tim Regulasi/Probis e-Tax Court.

Saat ini, banding yang diajukan dan disidangkan secara fisik tetap harus diakhiri dengan pengucapan putusan dalam sidang yang terbuka untuk umum di Pengadilan Pajak.

"Ketika dari awal sudah mengajukan lewat e-tax court maka sampai tahap putusan itu akan dilakukan online, sedangkan yang konvensional itu sistem yang berbeda. Saat Bapak Ibu mengajukan secara manual, semuanya akan manual. Putusannya juga secara manual," tutur Dara.

Sebagai informasi, e-tax court resmi digunakan oleh Pengadilan Pajak untuk mengadministrasikan sengketa pajak dan menyelenggarakan sidang secara elektronik sejak 31 Juli 2023 seiring dengan berlakunya Peraturan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PER-1/PP/2023.

Untuk bisa mengajukan permohonan banding melalui e-tax court, wajib pajak, penanggung pajak, atau kuasa hukum harus mendaftarkan diri dan membuat akun melalui laman https://etaxcourt.kemenkeu.go.id/#/register.

Dengan e-tax court, sidang ditargetkan dimulai dalam waktu 4 bulan sejak diterimanya permohonan banding. Selain itu, pengucapan putusan juga akan dilaksanakan secara elektronik dengan cara mengunggah salinan putusan ke e-tax court.

"Pengucapan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara hukum telah dilaksanakan dengan mengunggah salinan putusan pada e-tax court dan dianggap dihadiri oleh para pihak," bunyi Pasal 17 ayat (3) PER-1/PP/2023.

Selain topik e-tax court, ada pula ulasan mengenai wacana kenaikan tarif PPN pada tahun depan. Ada juga ulasan soal penyusunan Daftar Sasaran Prioritas Pengamanan Penerimaan Pajak (DSP4) dalam coretax administration system.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Pengadilan Pajak Siap Implementasikan NPWP 16 Digit

Sekretariat Pengadilan Pajak bersiap mengimplementasikan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai NPWP dan NPWP 16 digit pada layanan e-tax court sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 136/2023.

Tim Regulasi/Probis e-Tax Court Dara Puspitaningrum mengatakan sistem e-tax court sesungguhnya sudah siap mengimplementasikan NIK-NPWP dan NPWP 16 digit. Namun, kebijakan tersebut bakal diterapkan secara penuh saat coretax sudah siap.

"Kami masih menunggu implementasi coretax Ditjen Pajak. Ke depan, NPWP-nya adalah NPWP 16 digit," katanya dalam sosialisasi e-tax court. (DDTCNews)

Proyeksi Dampak Kenaikan Tarif PPN terhadap Kinerja Ekonomi

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun depan berpotensi membuat ekonomi terkontraksi. Upah riil masyarakat juga akan terkena dampak negatif. 

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan konsumsi masyarakat turun 3,32%, ekspor turun 0,14%, dan impor turun 7,02%, indeks harga konsumen turun 0,84%, upah nominal atau riil turun 5,86%, dan pertumbuhan ekonomi turun 0,11%.

Proyeksi tersebut diambil berdasarkan kajian Indef mengenai dampak skema tarif PPN sebesar 12,5%.  Namun, dengan tarif 12% tahun depan, Indef meyakini hasilnya tidak jauh berbeda. Adapun tarif PPN saat ini sebesar 11%. (Bisnis Indonesia/Kontan)

Penyusunan DSP4 Berbasis Risiko sejalan dengan Coretax

Ditjen Pajak (DJP) menegaskan penyusunan Daftar Sasaran Prioritas Pengamanan Penerimaan Pajak (DSP4) berbasis risiko telah sejalan dengan coretax administration system (CTAS) yang akan diterapkan pada akhir tahun ini.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan DSP4 disusun dengan kaidah compliance risk management (CRM). Dalam hal ini, DJP akan menyusun daftar pengawasan terhadap ketidakpatuhan wajib pajak berdasarkan tingkat risiko.

"Penyusunan DSP4 telah sesuai dengan kaidah CRM yang mendukung implementasi coretax," katanya. (DDTCNews)

DJP Kembali Tunjuk Perusahaan Asing sebagai Pemungut PPN PMSE

DJP kembali menunjuk pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) untuk menjadi pemungut PPN PMSE.

Dua pelaku usaha PMSE yang ditunjuk sebagai pemungut PPN pada Agustus 2024 antara lain The World Universities Insights Limited dan Cloudkeeper (Singapore) Pte. Ltd. Tak hanya menunjuk 2 pelaku usaha PMSE, DJP juga melaksanakan pembetulan terhadap Freepik Company, S.L.

"Pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE yang menjual produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti. (DDTCNews)

Pemerintah Pertimbangkan Pengenaan BMTP atas Produk Plastik LLDPE

Pemerintah mulai melakukan penyelidikan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) terhadap impor polietilena linear kepadatan rendah (linear low density polyethylene/LLDPE) dalam bentuk selain cair atau pasta pada 9 September 2024.

Ketua Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Franciska Simanjuntak mengatakan otoritas menerima pengajuan permohonan penyelidikan dari Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) pada 12 Agustus 2024. Inaplas mengeklaim terdapar lonjakan jumlah impor produk plastik LPPDE sehingga merugikan industri di dalam negeri.

"Kerugian serius atau ancaman kerugian serius tersebut, antara lain menurunnya produksi, penjualan domestik, produktivitas, kapasitas terpakai, kerugian finansial, serta pangsa pasar industri dalam negeri di pasar domestik," katanya. (DDTCNews)

Kemendagri Imbau Pemprov Segera Rampungkan Aturan Opsen Pajak

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat mayoritas provinsi masih belum selesai menyusun peraturan gubernur (pergub) tentang sinergi pemungutan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) beserta opsennya.

Kasubdit Pendapatan Daerah Wilayah II Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Azwirman mengimbau provinsi-provinsi untuk menyelesaikan pergub sinergi pemungutan PKB dan BBNKB beserta opsennya paling lambat pada akhir Oktober 2024.

"Ketentuan lebih lanjut mengenai pemungutan opsen PKB dan BBNKB serta bentuk sinergi antara provinsi dan kabupaten/kota dalam implementasi kebijakan yang berdampak pada pemungutan PKB, BBNKB, serta opsennya diatur dalam perkada provinsi," katanya. (DDTCNews)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.