Sejumlah warga melakukan proses pembibitan mangrove di demplot pembibitan mangrove Kelurahan Kutawaru, Cilacap, Jateng, Selasa (13/8/2024). Jawa Tengah, Selasa (13/8/2024). ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Tim ekonomi presiden-wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, mulai menyiapkan pembentukan Badan Pengelola Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon (BP3I-TNK). Rencana ini mulai dimatangkan dengan menggandeng Kantor Staf Kepresidenan (KSP).
Ketua Tim Ekonomi Prabowo-Gibran, Burhanuddin Abdullah, menyampaikan bahwa pembentukan Badan Karbon merupakan bagian dari komitmen pemerintahan baru untuk mengendalikan emisi karbon. Selain itu, kewajiban untuk memenuhi komitmen global dalam mengurangi emisi karbon sejalan dengan 8 Misi Asta Cita oleh Prabowo-Gibran.
"Pada pilar kedua yaitu untuk mendorong kemandirian bangsa, salah satunya melalui ekonomi hijau. Salah satunya dengan membentuk BP3I-TNK yang bertugas untuk mengarahkan, mengelola, dan mengawasi perubahan iklim, serta mewujudkan kedaulatan karbon dengan memanfaatkan teknologi blockchain," kata Burhanuddin dalam keterangannya, Kamis (15/8/2024).
Nantinya, penyusunan Badan Karbon perlu penyesuaian Perpres 98/2021 yang lebih dulu mengatur penyelenggaraan nilai ekonomi karbon (NEK) atau carbon pricing.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko kemudian mengusulkan pembentukan satuan tugas (satgas) untuk memulai pembahasan (inisiasi) sinkronisasi dan transisi keberlanjutan implementasi kebijakan tersebut.
“Saran saya bentuk dulu satgas dalam rangka merumuskan badannya secara struktural, ini untuk memudahkan transisi pembentukan badan nantinya,” ujarnya.
Satgas ini, kata Moeldoko, berfungsi menyiapkan peraturan pemerintah terkait pembentukan Badan Pengelola Pengendali Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon (BP3I-TNK). Satgas akan dipimpin oleh Laode Kamaluddin selaku Tim Ekonomi Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan Ishak Saing selaku Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden.
Pemerintahan saat ini, imbuh Moeldoko, sudah memiliki komitmen untuk menjaga keberlanjutan kebijakan pengendalian karbon. Di bawah Presiden Jokowi, katanya, sudah ada rumusan kebijakan rendah karbon dalam RPJMN.
"Dalam masa transisi pemerintahan ini harapannya bisa ada kebijakan yang lebih mengakselerasi dalam kepemimpinan selanjutnya,” ungkap Moeldoko.
Lebih lanjut, Moeldoko mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki tantangan pembiayaan dalam rangka memenuhi target penurunan emisi pada 2030. Menurutnya, pemerintah perlu pembiayaan mencapai Rp15.000 triliun untuk mencapai target Net Zero Emission pada 2060.
Dia menambahkan potensi perdagangan karbon di Indonesia sangat besar karena memiliki kekayaan alam, salah satunya dengan banyaknya hutan tropis serta keanekaragaman hayati laut dan pesisir (blue carbon) berupa mangrove serta lahan gambut yang dapat menjadi sumber penyerapan karbon dan sangat penting dalam mengatasi krisis iklim.
Sebagai informasi, perdagangan karbon di Indonesia diatur dalam Peraturan Presiden 98/2021 dan Peraturan Menteri LHK 21/2022. Perdagangan karbon melalui bursa diresmikan oleh Presiden Joko Widodo di Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) pada 26 September 2023. (sap)