BERITA PAJAK HARI INI

Sudah Bisa Download Installer e-Faktur 4.0, Dipakai Setelah Downtime

Redaksi DDTCNews
Selasa, 16 Juli 2024 | 08.00 WIB
Sudah Bisa Download Installer e-Faktur 4.0, Dipakai Setelah Downtime

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNewsInstaller aplikasi e-faktur desktop versi 4.0 sudah dapat diunduh (di-download). Namun, aplikasi versi terbaru itu belum bisa digunakan terlebih dahulu. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (16/7/2024).

Melalui PENG-18/PJ.09/2024, Ditjen Pajak (DJP) menyatakan aplikasi sudah dapat diunduh sejak 12 Juli 2024. Pengguna diminta melakukan update aplikasi pada setelah waktu henti (20 Juli 2024 pukul 09.00-19.00 WIB) berakhir. Download installer e-faktur desktop versi 4.0 di sini.

“Aplikasi e-faktur desktop versi v.4.0 yang telah diunduh agar tidak digunakan terlebih dahulu sampai dengan waktu henti (downtime) berakhir,” bunyi pengumuman tersebut.

Aplikasi e-faktur desktop versi 4.0 dapat digunakan pada 20 Juli 2024 sejak pemberitahuan downtime berakhir. Untuk saat ini hingga mulainya waktu henti, pengusaha kena pajak (PKP) masih dapat menggunakan aplikasi e-faktur desktop versi 3.2.

DJP mengimbau PKP untuk menghentikan kegiatan upload data faktur, retur, dan dokumen lain sampai dengan downtime berakhir. Adapun setelah downtime berakhir yang sekaligus penanda e-faktur desktop versi 4.0 diluncurkan, e-faktur desktop versi 3.2 tidak dapat digunakan lagi.

Seperti diketahui, e-faktur desktop versi 4.0, e-faktur web based, dan e-nofa akan mengakomodasi penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 16 digit. Aplikasi juga akan menampilkan informasi Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU).

“Pada saat implementasi aplikasi e-faktur desktop versi 4.0 tanggal 20 Juli 2024, PKP wajib pajak orang pribadi diimbau telah melakukan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP,” tulis DJP dalam PENG-18/PJ.09/2024.

Selain mengenai aplikasi e-faktur desktop versi 4.0, ada pula bahasan terkait dengan coretax administration system. Kemudian, ada juga ulasan menyangkut kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang turut dipengaruhi fenomena downtrading.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Pada Aplikasi e-Faktur Desktop dan e-Faktur Web Based

Nantinya, pada e-faktur desktop dan e-faktur web based, PKP dapat merekam NPWP 16 digit atau NPWP 15 digit saat merekam dokumen faktur pajak. Secara keseluruhan, aplikasi akan menampilkan tambahan informasi kolom NPWP 16 digit selain NPWP 15 digit.

Selain itu, masih terkait dengan e-faktur desktop dan e-faktur web based, akan ditambahkan informasi NITKU pada output dokumen yang terekam. Dokumen itu seperti cetakan faktur pajak dan retur faktur pajak. (DDTCNews)

Pada Aplikasi e-Nofa

Kemudian, pada web e-nofa, pengguna juga dapat login menggunakan NPWP 15 digit dan NPWP 16 digit. Pada menu Profil User, terdapat tambahan informasi NPWP 16 digit dan NITKU. Pada output dokumen Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP), terdapat identitas NPWP 16 digit.

Adapun sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) PER-6/PJ/2024, keputusan, ketetapan, formulir, dan dokumen perpajakan secara bertahap disesuaikan dengan mencantumkan NPWP format lama dan format baru. Simak ‘Contoh Format Penyesuaian Keputusan, Formulir, dan Dokumen Pajak’. (DDTCNews)

Akses Seluruh Layanan Pajak dengan NPWP Baru

DJP mengupayakan agar seluruh layanan pajak sudah dapat diakses dengan NPWP baru pada Agustus 2024. Hingga saat ini, sudah ada 21 layanan pajak yang sudah bisa diakses dengan NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU. Simak ‘DJP Tambah Layanan Pajak yang Bisa Gunakan NIK dan NPWP 16 Digit’.

“Insyaallah mulai bulan Agustus seluruh layanan kepada masyarakat wajib pajak dapat kami lakukan secara baik dengan menggunakan NPWP baru, yaitu NPWP 16 digit atau menggunakan NIK sebelum betul-betul kita menggunakan sistem administrasi baru,” jelas Suryo.

Seperti diberitakan sebelumnya, penerapan (deployment) coretax administration system (CTAS) direncanakan pada akhir 2024. Pada saat ini, coretax masuk fase pengujian. Simak ‘Perkembangan Coretax DJP, Deployment Direncanakan Akhir 2024’. Simak pula Fokus Hari Pajak 2024. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Menu Perhitungan PPh Pasal 25 di Portal Wajib Pajak

Menu perhitungan PPh Pasal 25 akan tersedia ketika CTAS diimplementasikan. DJP mengatakan untuk pelaporan SPT melalui portal wajib pajak pada CTAS, ada sejumlah perbedaan dibandingkan dengan yang berlaku pada saat ini. Salah satunya terkait dengan menu perhitungan PPh Pasal 25.

“Adanya menu perhitungan PPh Pasal 25 yang dapat digunakan oleh berbagai entitas termasuk bursa, BUMN, BUMD, dan bank berdasarkan laporan keuangan yang dilaporkan ke otoritas terkait,” tulis DJP. Simak ‘Coretax DJP: Bakal Ada Menu terkait PPh Pasal 25 di Portal Wajib Pajak’. (DDTCNews)

Percobaan Phising M-Pajak

DJP menyampaikan pengumuman mengenai adanya percobaan phising aplikasi M-Pajak. Sesuai dengan PENG-22/PJ.09/2024, adanya percobaan phising tersebut ditemukan berdasarkan operasi siber pada 12 Juli 2024.

Ada 6 poin yang disampaikan DJP melalui pengumuman tersebut. Salah satunya adalah terdapat percobaan phising yang mengatasnamakan DJP pada aplikasi M-Pajak dengan alamat domain dor-go.cc. ‘Simak, Pengumuman dari DJP Soal Pemberitahuan Phising M-Pajak’.

DJP mengimbau masyarakat atau wajib pajak untuk selalu waspada dan berhati-hati dalam melakukan aktivitas online, termasuk dalam melakukan aktifitas keuangan dan perpajakan. “Hindari mengklik tautan yang berasal dari sumber yang tidak jelas,” tulis DJP. (DDTCNews)

Fenomena Downtrading dan Kebijakan Cukai Rokok

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok harus mempertimbangkan semua aspek, termasuk fenomena peralihan konsumsi ke rokok dengan harga lebih murah (downtrading).

Menurutnya, fenomena itu terjadi sebagai implikasi dari kenaikan tarif CHT dalam 2 tahun terakhir. Askolani menuturkan downtrading menjadi fenomena ekonomi ketika konsumen beralih pada produk rokok yang lebih murah.

Produksi rokok golongan 1 menjadi yang paling elastis terhadap kenaikan tarif cukai. Dalam hal ini, konsumen rokok golongan 1 akan beralih pada rokok golongan 2 dan 3. Namun, kenaikan konsumsi rokok golongan 2 dan 3 ini tidak mampu mengompensasi penerimaan CHT dari golongan 1.

Untuk itu, lanjut Askolani, DJBC akan memastikan fenomena downtrading tersebut murni karena alasan ekonomi, bukan akibat pabrikan rokok nakal yang melekatkan pita cukai golongan 2 atau 3 pada produk rokok golongan 1. (DDTCNews)

Nantinya, Penggunaan NPWP 15 Digit Bakal Dihentikan

DJP akan menghentikan penggunaan NPWP 15 digit apabila CTAS sudah siap untuk diimplementasikan. Untuk saat ini, NPWP 15 digit tetap digunakan beriringan dengan penggunaan NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU.

"Nanti, kalau sudah siap semuanya. Kalau coretax jalan mestinya sudah selesai. [NPWP 15 digit] dipensiunkan dalam artian tidak difungsikan, tapi kalau orang mau akses 15 [digit] sebenarnya bisa dikonversi ke 16 [digit]," kata Dirjen Pajak Suryo Utomo. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.