Menteri Keuangan Sri Mulyani berjalan usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (2/7/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nym.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengestimasi penerimaan kepabeanan dan cukai akan kembali mengalami shortfall –selisih kurang antara realisasi dan target– senilai Rp24,5 triliun pada akhir 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai hingga akhir tahun diprediksi hanya akan senilai Rp296,5 triliun atau setara 92,4% dari target Rp321 triliun. Meski demikian, penerimaan kepabeanan dan cukai ini diproyeksi masih mengalami pertumbuhan 3,5%.
"Keseluruhan tahun, [kepabeanan dan cukai] akan tercapai Rp296,5 triliun atau dalam hal ini bea cukai akan kumpulkan 92,4% dari target APBN," katanya dalam rapat bersama Banggar DPR, Senin (8/7/2024).
Sri Mulyani mengatakan realisasi kepabeanan dan cukai pada semester I/2024 hanya Rp134,2 triliun atau kontraksi 0,9%. Kontraksi ini antara lain dipengaruhi oleh penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) dan bea masuk.
Sementara untuk semester II/2024, outlook penerimaan kepabeanan dan cukai senilai Rp162,3 triliun atau tumbuh 7,5%. Menurutnya, kinerja pada semester II/2024 memang diprediksi akan lebih baik ketimbang semester lalu.
Secara umum, dia menjelaskan outlook kepabeanan dan cukai yang sebesar 92,4% dari target dipengaruhi antara lain fenomena downtrading ke golongan rokok yang lebih rendah. Selain itu, ada pula efek penurunan harga komoditas CPO dan relaksasi ekspor mineral.
Meski demikian, DJBC akan menggencarkan penindakan terhadap barang kena cukai ilegal sebagai upaya optimalisasi penerimaan negara.
"Ini perlunya peningkatan pengawasan penindakan, terutama untuk rokok ilegal," ujarnya.
Pada 2023, realisasi penerimaan bea dan cukai senilai Rp282,2 triliun atau hanya 95,4% dari target yang diatur dalam Perpres 75/2023 sejumlah Rp300,1 triliun. Penerimaan ini mengalami shortfall, setelah pada tahun-tahun sebelumnya mampu melampaui target, bahkan saat pandemi Covid-19. (sap)