JAKARTA, DDTCNews - Bentuk usaha tetap (BUT) merupakan subjek pajak yang perlakuan pajaknya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Namun, ada hal-hal yang perlu diperhatikan, salah satunya dalam menentukan besaran laba suatu bentuk usaha tetap.
Merujuk pada Pasal 5 ayat (3) UU Pajak Penghasilan, terdapat 3 poin yang perlu diperhatikan dalam menentukan besaran laba suatu BUT. Pertama, biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan ialah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT.
“…yang besarnya ditetapkan oleh dirjen pajak,” bunyi penggalan Pasal 5 ayat (3) huruf a UU Pajak Penghasilan, dikutip pada Jumat (21/6/2024).
Kedua, pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah: royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak‐hak lainnya; imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya; serta bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
Ketiga, pembayaran sebagaimana disebutkan pada poin kedua di atas yang diterima atau diperoleh dari kantor pusat tidak dianggap sebagai objek pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
Sebagai informasi, orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dikenakan pajak di Indonesia melalui bentuk usaha tetap tersebut.
Merujuk pada Pasal 5 UU Pajak Penghasilan (PPh), terdapat 3 jenis penghasilan yang menjadi objek pajak bentuk usaha tetap (BUT).
Untuk diperhatikan, biaya‐biaya yang berkenaan dengan penghasilan sebagaimana dimaksud pada poin 2 dan 3 di atas boleh dikurangkan dari penghasilan BUT. (rig)