JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) terus melakukan berbagai persiapan dalam penerapan pembaruan sistem inti administrasi pajak (coretax administration system). Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (24/4/2024).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan otoritas pajak saat ini tengah melakukan uji coba. Hal ini diperlukan untuk memastikan coretax administration system siap digunakan secara luas oleh seluruh wajib pajak.
"Mungkin sebagian dari Bapak Ibu sekalian mohon kerelaannya untuk kami tunjuk mencoba memakai [coretax administration system] sebelum betul-betul diimplementasikan," katanya.
Menurut Suryo, kehadiran coretax administration system akan mengubah, sekaligus memperbaiki proses bisnis DJP yang telah berjalan selama ini. Oleh karena itu, uji coba sebelum implementasi penuh amat diperlukan.
"Ada proses bisnis yang kami coba perbaiki. Tujuannya menjaga fairness, tidak ada yang lain. Jadi, sebelum betul-betul implemented pada pertengahan tahun, saya ingin mengajak Bapak Ibu sekalian menjadi bagian dari kami untuk menjalankan itu," ujarnya.
Rencananya, uji coba coretax administration system tidak hanya akan melibatkan wajib pajak yang terdaftar di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus, tetapi juga wajib pajak dari KPP Madya dan KPP Pratama.
Selain uji coba coretax administration system, ada pula ulasan mengenai format pelaporan natura di SPT Tahunan. Selain itu, ada juga ulasan terkait dengan aturan penyelesaian barang cukai yang dirampas negara dan wacana badan otorita penerimaan negara.
Pengembangan coretax administration system akan menggantikan sistem yang digunakan saat ini, SIDJP, mulai pertengahan tahun ini. Coretax telah dikembangkan sejak 2018 sesuai dengan Perpres 40/2018.
Dengan coretax administration system, terdapat 21 proses bisnis yang akan diubah, yaitu pendaftaran, pengawasan kewilayahan atau ekstensifikasi, pengelolaan SPT, pembayaran, data pihak ketiga, exchange of information, penagihan, taxpayer account, dan compliance risk management (CRM).
Selanjutnya, pemeriksaan, pemeriksaan bukper dan penyidikan, business intelligence, intelijen, document management system, data quality management, keberatan dan banding, non-keberatan, pengawasan, penilaian, layanan edukasi, dan knowledge management.
DJP menyatakan masih memproses penerbitan surat edaran (SE) yang mengatur format pelaporan daftar nominatif natura dan/atau kenikmatan yang bakal dilaporkan oleh pemberi imbalan di SPT Tahunan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan wajib pajak harus melaporkan natura dan/atau kenikmatan yang diberikan kepada karyawan dalam SPT Tahunan PPh badan agar dapat dibiayakan.
"Sepanjang belum terdapat ketentuan yang mengatur perihal format laporannya maka pelaporan dapat menggunakan format daftar nominatif biaya promosi," ujarnya. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan menerbitkan PMK 17/2024 terkait dengan tata cara penyelesaian barang kena cukai (BKC) dan barang lain yang dirampas untuk negara, yang dikuasai negara, dan yang menjadi milik negara.
PMK 17/2024 diterbitkan untuk menggantikan PMK 39/2014. Hal itu dilaksanakan antara lain untuk mengoptimalkan penerimaan negara dan memberikan kepastian hukum.
"Untuk lebih…menyempurnakan ketentuan dalam penatausahaan dan penyelesaian barang kena cukai dan barang lain yang dirampas untuk negara, yang dikuasai negara, dan yang menjadi milik negara, PMK 39/2014 perlu diganti," bunyi pertimbangan PMK 17/2024. (DDTCNews)
Untuk meningkatkan efektivitas pemeriksaan pada 2024, DJP memiliki sejumlah rencana aksi. Salah satu rencana aksi tersebut ialah menyangkut wajib pajak grup.
Merujuk pada Laporan Kinerja DJP 2023, rencana aksi yang dimaksud ialah diseminasi penerapan compliance risk management (CRM) wajib pajak grup. Namun, dalam laporan tersebut, DJP belum menjabarkan lebih lanjut terkait dengan CRM wajib pajak grup.
“Diseminasi implementasi CRM wajib pajak grup untuk pemilihan bahan baku pemeriksaan grup yang terotomatisasi dengan melibatkan direktorat terkait,” tulis DJP dalam laporan tersebut. (DDTCNews)
Pemerintah menuliskan rencana pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara dalam dokumen rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025.
Rencana tersebut menjadi salah satu upaya pemerintah membenahi kelembagaan perpajakan. Meski begitu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut belum ada pembahasan secara mendetail mengenai rencana pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara tersebut.
"Mengenai itu nanti kita bahas lebih detail. Obrolannya belum ada," tuturnya. (DDTCNews) (rig)