Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menerbitkan petunjuk teknis mengenai pemotongan pajak penghasilan (PPh) atas diskonto surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) dalam rangka operasi moneter.
Melalui Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-2/PJ/2024, DJP menegaskan instrumen-instrumen sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI), sekuritas valutas asing Bank Indonesia (SVBI), dan sukuk valuta asing Bank Indonesia (SUVBI) memiliki karakteristik yang sama dengan sertifikasi Bank Indonesia (SBI) sehingga perlakuan pajaknya atas diskonto dari instrumen-instrumen tersebut sama.
"Termasuk dalam ruang lingkup diskonto SBI ... yaitu diskonto surat berharga yang memiliki karakteristik yang sama dengan SBI ... baik yang diterbitkan secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah, antara lain diskonto atas SBIS, SRBI, SVBI, dan SUVBI," bunyi SE-2/PJ/2024, dikutip pada Minggu (21/4/2024).
Melalui SE-2/PJ/2024, DJP menegaskan diskonto SBI, SBIS, SRBI, SVBI, dan SUVBI sama-sama dikenai PPh final sebesar 20%. Dalam hal diskonto diterima oleh wajib pajak luar negeri, tarif yang berlaku adalah sebesar 20% atau tarif berdasarkan P3B.
PPh final dipotong oleh beberapa pihak pemotong yakni BI yang menerbitkan SBI, bank, atau dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh menkeu dan mendapatkan izin dari OJK.
Pemotong pajak wajib membuat bukti potong/pungut unifikasi dan memberikannya kepada penerima penghasilan, menyetorkan PPh ke kas negara, dan melaporkan pemotongan PPh dalam SPT Masa PPh Unifikasi.
Pemotongan PPh final tidak dilakukan atas diskonto SBI yang diterima oleh orang pribadi yang penghasilannya tidak melebihi PTKP, diskonto yang nilainya tidak lebih dari Rp7,5 juta, diskonto yang diterima bank Indonesia, serta diskonto yang diterima oleh dana pensiun yang pendiriannya disahkan menkeu dan mendapatkan izin OJK.
SE-2/PJ/2024 ditetapkan pada 15 Maret 2024 dan berlaku sejak tanggal tersebut. (rig)