Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Kring Pajak mengingatkan bahwa tidak ada lagi perbedaan penghitungan PPh Pasal 21 antara wajib pajak bukan pegawai berkesinambungan dan wajib pajak bukan pegawai yang tidak berkesinambungan.
Penjelasan otoritas pajak tersebut merespons pertanyaan dari warganet di media sosial. Menurut Kring Pajak, diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 168/2023 membuat bukan pegawai tidak lagi dibedakan antara berkesinambungan atau tidak.
“Dalam ketentuan dan aplikasi terbaru, bukan pegawai tidak lagi dibedakan antara berkesinambungan dan tidak. Saat ini, penghitungannya sama sehingga cara inputnya di aplikasi pun sama, yaitu nilai bruto yang dibayarkan,” sebut Kring Pajak di media sosial, Minggu (3/3/2024).
Kring Pajak menjelaskan nilai dasar pengenaan pajak (DPP) dan tarif akan dihitung otomatis sesuai dengan sistem. Otoritas pajak juga memastikan bahwa sistem yang berjalan sudah disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
“Selama nilai yang dimasukan adalah nilai bruto yang dibayarkan maka seharusnya penghitungan sudah sesuai dengan PMK 168/2023,” jelas Kring Pajak.
Berdasarkan PMK 168/2023, PPh Pasal 21 bukan pegawai dihitung dengan mengalikan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dengan 50% jumlah penghasilan bruto.
Formula tersebut berlaku bagi bukan pegawai tanpa mempertimbangkan kesinambungan pemberian penghasilan dan kepemilikan NPWP.
"PPh Pasal 21 yang wajib dipotong bagi bukan pegawai dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) [50% dari jumlah penghasilan bruto],” penggalan Pasal 16 ayat (3) PMK 168/2023.
Formula tersebut berbeda jika disandingkan dengan ketentuan terdahulu yang diatur dalam PMK 252/2008 dan Perdirjen Pajak PER-16/PJ/2016. Sebelumnya, secara ringkas, formula perhitungan PPh Pasal 21 bagi bukan pegawai setidaknya terbagi menjadi 3 skema. (rig)