Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai pada Januari 2024 mencapai Rp22,9 triliun, turun 5% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan DJBC Encep Dudi Ginanjar menilai kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai dalam tahun berjalan ini masih sejalan dengan pola yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Adapun realisasi tersebut setara dengan 7,1% dari target Rp321 triliun.
"Meskipun terjadi penurunan sebesar 5% (yoy), tetapi pola realisasi masih sejalan dengan tahun-tahun sebelumnya," katanya, dikutip pada Rabu (28/2/2024).
Encep menuturkan penerimaan bea dan cukai terdiri atas cukai, bea masuk, dan bea keluar. Untuk cukai, realisasi penerimaannya mencapai Rp17,9 triliun, turun 5,1%. Dari realisasi itu, cukai hasil tembakau menyumbang Rp17,5 triliun.
Menurutnya, kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tersebut antara lain dipengaruhi oleh pola pelunasan yang jatuh tempo awal 2024, tetapi dimajukan ke Desember 2023.
Untuk minuman mengandung etil alkohol (MMEA) dan etil alkohol, realisasi penerimaannya masing-masing mencapai Rp500 miliar dan Rp12,9 miliar. Sementara itu, penerimaan bea masuk mencapai Rp3,9 triliun pada Januari 2024 atau 6,7% dari target APBN.
Kinerja penerimaan bea masuk antara lain dipengaruhi oleh tarif efektif bea masuk yang sebesar 1,38%, utilisasi perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA)sebesar 35%, serta rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS senilai Rp15.256.
Selanjutnya, realisasi penerimaan bea keluar mencapai Rp1,2 triliun atau 6,6% dari target APBN. Bea keluar menjadi satu-satunya komponen kepabeanan dan cukai yang mengalami pertumbuhan positif, yakni sebesar 3,4%.
Kinerja penerimaan bea keluar yang positif tersebut utamanya dipengaruhi oleh ekspor tembaga yang mencetak bea keluar senilai Rp1 triliun.
Selain penerimaan, Encep memaparkan pemerintah juga memberikan berbagai fasilitas kepabeanan. Pada Januari 2024, insentif kepabeanan yang digelontorkan mencapai Rp2,97 triliun, tumbuh 19,9% dari periode yang sama tahun lalu.
Pertumbuhan insentif tersebut didorong oleh pembebasan bea masuk Pasal 25 dan Pasal 26 antara lain skema fasilitas penanaman modal senilai Rp580 miliar, kebutuhan pertahanan dan keamanan Rp152 miliar, serta pembebasan KITE Rp81 miliar.
Dengan fasilitas yang diberikan itu, nilai ekspor kawasan berikat kemudahan impor tujuan ekspor (KB KITE) tumbuh 0,6% sejalan dengan nilai impor yang tumbuh 5,4%.
Di sisi lain, DJBC juga melaksanakan peran pengawasan untuk melindungi masyarakat. Sepanjang Januari 2024, penindakan yang dilakukan DJBC tumbuh 40,6%.
"Kami mengajak seluruh masyarakat untuk terus mendukung dan berkolaborasi dengan pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan keberlangsungan kinerja APBN serta Bea Cukai pada 2024," ujarnya. (rig)