Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah hingga 31 Januari 2024 telah mencapai Rp8.253,09 triliun.
Berdasarkan Laporan APBN Kita edisi Februari 2024, menyatakan capaian tersebut membuat rasio utang pemerintah mencapai 38,75%. Rasio utang tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2023 yang sebesar 38,59%.
"Rasio utang ini masih di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Keuangan Negara, serta lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 pada kisaran 40%," bunyi laporan APBN Kita, dikutip pada Selasa (27/2/2024).
Pengelolaan portofolio utang berperan besar dalam menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan Untuk itu, pemerintah akan konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal.
Pengelolaan utang yang disiplin juga turut menopang asesmen lembaga pemeringkat kredit seperti S&P, Fitch, Moody’s, R&I, dan JCR. Mereka tetap mempertahankan sovereign rating Indonesia pada level investment grade di tengah dinamika ekonomi global dan volatilitas pasar keuangan.
Selaras dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap, mayoritas utang pemerintah berasal dari utang dalam negeri dengan proporsi 71,60%.
Sementara itu, berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN yang mencapai 88,19%.
Pemerintah juga mengutamakan pengadaan utang menengah-panjang dan mengelola portofolio utang secara aktif. Pada akhir Januari 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo pada kisaran 8 tahun.
"Pasar surat utang negara (sovereign debt) yang efisien akan meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap guncangan ekonomi dan pasar keuangan," bunyi laporan tersebut.
Sejalan dengan itu, pemerintah berkomitmen untuk mewujudkan pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid guna meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang.
Salah satu strateginya ialah melalui pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDGs (SDG Bond dan Blue Bond).
Pemerintah juga akan mengoptimalkan peranan transformasi digital dalam proses penerbitan dan penjualan SBN untuk membuat pengadaan utang melalui SBN menjadi makin efektif dan efisien, serta kredibel. (rig)