SEWINDU DDTCNEWS
BERITA PAJAK SEPEKAN

Simak Kembali! Jangka Waktu Pemeriksaan untuk Pengujian Kepatuhan WP

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 21 Oktober 2023 | 07.00 WIB
Simak Kembali! Jangka Waktu Pemeriksaan untuk Pengujian Kepatuhan WP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengatur jangka waktu pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan melalui PMK 18/2021. Topik tentang pemeriksaan ini kembali mendapat sorotan netizen dalam sepekan terakhir. 

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 15 ayat (1)  PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021, jangka waktu pemeriksaan meliputi jangka waktu pengujian serta jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan pelaporan.

"Ruang lingkup pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan," bunyi Pasal 3 PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021.

Merujuk pada Pasal 15 ayat (2) PMK tersebut, apabila dilakukan pemeriksaan lapangan, jangka waktu pengujian paling lama 6 bulan. Jangka waktu itu dihitung sejak surat pemberitahuan pemeriksaan lapangan disampaikan hingga tanggal surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP) disampaikan.

Adapun kedua surat pemberitahuan itu disampaikan kepada wajib pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak.

Kemudian, diatur pula jangka waktu pengujian pemeriksaan kantor serta jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan pelaporan. Seperti apa? Simak artikel lengkapnya, 'Ini Jangka Waktu Pemeriksaan Uji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Pajak'.

Selain soal pemeriksaan, ada beberapa topik pemberitaan lain yang menarik untuk diulasi kembali. Di antaranya, kebijakan soal kewajiban kemitraan antara penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), visi misi capres-cawapres terkait dengan kebijakan pajak, hingga wacana pemajakan ojek online dan online shop

Berikut artikel perpajakan selengkapnya.

1. Kemitraan PPMSE dengan DJBC Bisa Dicabut, Begini Kata DJBC

Pemerintah telah menerbitkan  PMK 96/2023 s.t.d.d. PMK 111/2023 yang mewajibkan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) atau e-commerce untuk bermitra dengan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).

Kepala Subdirektorat Impor DJBC Chotibul Umam mengatakan PPMSE yang sudah bermitra dengan DJBC wajib melakukan pertukaran data katalog elektronik (e-catalog) dan invoice elektronik (e-invoice) atas barang kiriman yang transaksinya melalui PPMSE. Apabila tidak melaksanakan kewajibannya, kemitraan PPMSE dengan DJBC dapat dicabut.

"Kalau tidak menyampaikan data ya nanti kami putus untuk kemitraannya," katanya, dikutip pada Selasa (17/10/2023).

Chotibul mengatakan kewajiban bermitra ini berlaku bagi PPMSE yang memiliki transaksi impor mencapai lebih dari 1.000 kiriman. Kewajiban bermitra tersebut berlaku untuk PPMSE di dalam maupun luar negeri.

2. Pemeriksaan Pajak Dihentikan dengan LHP Sumir Jika Ini Terjadi

Pemeriksaan lapangan atau pemeriksaan kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan bisa dihentikan dengan pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Sumir.

Penghentian dengan LHP Sumir itu menjadi salah satu cara penyelesaian pemeriksaan lapangan atau pemeriksaan kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dimuat dalam Pasal 20 PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021.

“LHP Sumir adalah laporan tentang penghentian pemeriksaan tanpa adanya usulan penerbitan surat ketetapan pajak,” bunyi penggalan Pasal 1 angka 20 PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021.

3. Pemeriksaan Uji Kepatuhan Pajak Dilakukan Pemeriksa Berdasarkan SP2

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan perpajakan dilakukan oleh pemeriksa pajak yang tergabung dalam suatu tim berdasarkan pada surat perintah pemeriksaan (SP2).

Sesuai dengan PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021, pemeriksa pajak adalah pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Ditjen Pajak (DJP) atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh dirjen pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan.

"SP2 … diterbitkan untuk satu atau beberapa masa pajak dalam suatu bagian tahun pajak atau tahun pajak yang sama atau untuk satu bagian tahun pajak atau tahun pajak terhadap satu wajib pajak," bunyi penggalan Pasal 24 ayat (2) PMK tersebut.

4. Anies dan Cak Imin Targetkan Tax Ratio Capai 16 Persen di 2029

Calon presiden (capres) Anies Baswedan dan calon wakil presiden (cawapres) Muhaimin Iskandar berencana meningkatkan rasio pajak dari 10,4% menjadi maksimal 16% bila terpilih.

Merujuk pada dokumen visi, misi, dan program Anies dan Cak Imin, peningkatan rasio pajak bakal dicapai lewat perluasan basis dan perbaikan kepatuhan pajak. Rasio pajak 16% tersebut ditargetkan tercapai pada 2029.

"Meningkatkan penerimaan negara melalui perluasan basis dan perbaikan kepatuhan pajak untuk meningkatkan rasio pajak dari 10,4% (2022), menjadi 13,0%-16,0% (2029)," bunyi dokumen visi, misi, dan program Anies dan Cak Imin.

5. Soal Wacana Pajak Ojol dan Olshop, Baiknya Diurus Pemerintah Pusat

 Ide pengenaan pajak atas ojek online dan online shop (olshop) yang sempat diutarakan oleh Pemprov DKI Jakarta seyogianya diterapkan oleh pemerintah pusat sendiri, bukan oleh pemerintah daerah (pemda).

Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan pemda tidak memiliki kewenangan untuk menerapkan pajak selain jenis yang ditetapkan dalam UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

"Saya melihat lebih baik persoalan ini diselesaikan di pajak di tingkat pusat ketimbang diserahkan ke daerah masing-masing," katanya dalam Indonesia Menyapa Siang yang disiarkan oleh Pro3 RRI. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.