Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Biaya perbaikan bisa menambah menambah masa manfaat harta berwujud.
Sesuai dengan ketentuan dalam PMK 72/2023, biaya perbaikan atas harta berwujud, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, dibebankan melalui penyusutan. Biaya perbaikan ditambahkan (dijumlahkan) pada nilai sisa buku fiskal harta berwujud tersebut.
“Dalam hal perbaikan menambah masa manfaat harta berwujud, penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan … dilakukan sesuai sisa masa manfaat fiskal harta berwujud tersebut ditambah dengan tambahan masa manfaat akibat perbaikan,” bunyi penggalan Pasal 7 ayat (4) huruf a PMK 72/2023.
Selain itu, penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan dilakukan paling lama sesuai masa manfaat kelompok harta berwujud tersebut, kecuali untuk bangunan permanen bagi wajib pajak yang melakukan penyusutan sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya.
Lampiran PMK 72/2023 turut memuat contoh ilustrasi biaya perbaikan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dan menambah masa manfaat dari harta berwujud yang diperbaiki tersebut. Berikut ilustrasinya:
Pengeluaran untuk pembelian sebuah perahu senilai Rp500 juta pada Oktober 2020. Perahu tersebut termasuk dalam kelompok 2 yang memiliki masa manfaat 8 tahun secara fiskal. Setelah digunakan 5 tahun, perahu tersebut dilakukan penggantian mesin senilai Rp100 juta.
Atas penggantian mesin tersebut menyebabkan perahu dapat digunakan 2 tahun lebih lama dari masa manfaat awal. Biaya penambahan mesin tersebut dikapitalisasi pada perahu dan disusutkan sesuai dengan sisa masa manfaat perahu setelah diperbaiki, yaitu 5 tahun. Masa itu dihitung dari 3 tahun sisa masa manfaat awal ditambah 2 tahun setelah diperbaiki.
Pengeluaran untuk pembelian sebuah kapal senilai Rp1 miliar pada Oktober 2022. Kapal tersebut termasuk kelompok 2 yang memiliki masa manfaat 8 tahun secara fiskal. Setelah digunakan 5 tahun, pada Oktober 2027, kapal tersebut dilakukan penggantian mesin dan perbaikan badan kapal senilai Rp500 juta.
Atas perbaikan tersebut menyebabkan kapal dapat digunakan 6 tahun lebih lama dari sisa masa manfaat awal, sehingga sisa manfaat menjadi 9 tahun. Namun, untuk tujuan perpajakan, masa manfaat penyusutan kapal bukan 9 tahun, melainkan menjadi 8 tahun sesuai masa manfaat awal kelompok 2.
Biaya penggantian mesin dan perbaikan badan kapal tersebut dikapitalisasi pada nilai sisa buku fiskal kapal dan disusutkan sesuai dengan masa manfaat kapal setelah diperbaiki, yaitu 8 tahun.
Pengeluaran untuk pembelian sebuah truk senilai Rp1 miliar pada Oktober 2020. Truk tersebut termasuk kelompok 2 yang memiliki masa manfaat 8 tahun secara fiskal. Namun, masa manfaat truk secara pembukuan komersial adalah 10 tahun.
Setelah digunakan 4 tahun, terhadap truk tersebut dilakukan penggantian mesin dan perbaikan badan truk dengan biaya senilai Rp400 juta.
Secara pembukuan komersial, wajib pajak mencatat sisa masa manfaat sebelum perbaikan selama 6 tahun dan masa manfaat setelah perbaikan menjadi 8 tahun. Dari pembukuan komersial tersebut dapat diketahui penambahan masa manfaat karena perbaikan selama 2 tahun.
Untuk tujuan perpajakan, masa manfaat truk juga bertambah 2 tahun sejalan dengan penambahan dalam pembukuan komersial sehingga dari sisa masa manfaat fiskal 4 tahun menjadi 6 tahun. Biaya perbaikan dikapitalisasi pada nilai sisa buku fiskal truk dan disusutkan sesuai masa manfaat fiskal truk setelah perbaikan, yaitu 6 tahun.
Sesuai dengan Lampiran PMK 72/2023, pengeluaran yang dikapitalisasi adalah pengeluaran setelah perolehan awal harta berwujud, yang memberi manfaat ekonomis pada masa mendatang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, peningkatan standar kinerja, atau perpanjangan masa manfaat. (kaw)