BERITA PAJAK HARI INI

Secara Jabatan, Pengurangan Sanksi Kurang Bayar Pajak PER-5/PJ/2023

Redaksi DDTCNews
Senin, 22 Mei 2023 | 08.25 WIB
Secara Jabatan, Pengurangan Sanksi Kurang Bayar Pajak PER-5/PJ/2023

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Terdapat pengurangan sanksi administratif ketika ditemukan kekurangan pembayaran pajak saat restitusi dipercepat hingga Rp100 juta sudah diberikan kepada wajib pajak orang pribadi. Topik itu menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (22/5/2023).

Pasal 3 PER-5/PJ/2023 memuat ketentuan ketika dirjen pajak memeriksa wajib pajak yang telah diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) dan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atas tahun pajak yang telah diberikan restitusi dipercepat.

“… atas sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D ayat (5) UU KUP diberikan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP,” bunyi penggalan Pasal 3 ayat (1) PER-5/PJ/2023, dikutip pada Jumat (19/5/2023).

Dengan adanya pemberian pengurangan tersebut, sanksi administratif menjadi sebesar sanksi administratif berupa bunga berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UU KUP. Sanksi per bulannya didasarkan pada suku bunga acuan ditambah uplift factor 15% untuk paling lama 24 bulan.

Seperti diberitakan sebelumnya, sesuai dengan PER-5/PJ/2023, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan Pasal 17B atau 17D UU KUP memang akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan Pasal 17D UU KUP atau yang sering disebut restitusi dipercepat.

Namun, sesuai dengan Pasal 2 ayat (7) PER-5/PJ/2023, wajib pajak bisa juga tidak menyetujui tindak lanjut dengan Pasal 17D. Wajib pajak harus menyampaikan tanggapan kepada dirjen pajak sebelum penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP)

Sesuai dengan Pasal 2 ayat (8), terhadap wajib pajak yang menyampaikan tanggapan ketidaksetujuan tersebut, dirjen pajak menindaklanjuti permohonan berdasarkan pada Pasal 17B UU KUP. Simak lagi ‘Lebih Bayar Pajak Rp100 Juta, DJP: Restitusi 17B UU KUP Tetap Bisa’.

Selain mengenai pengurangan sanksi administratif, ada pula ulasan terkait dengan tarif efektif PPh Pasal 21. Kemudian, ada pula bahasan tentang target tax ratio. Selain itu, ada juga ulasan mengenai rencana kenaikan tarif PPN sesuai dengan amanat UU PPN s.t.d.t.d UU HPP.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Pengurangan Sanksi Diberikan secara Jabatan

Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak (DJP) Teguh Budiharto mengatakan sesuai dengan ketentuan Pasal 36 UU KUP, pengurangan sanksi bisa dilakukan melalui permohonan atau secara jabatan. Namun, untuk skema dalam PER-5/PJ/2023, rencananya DJP akan mengurangi sanksi secara jabatan.

“Ya tentu kita default-nya akan dengan secara jabatan,” ujar Teguh.

Kendati demikian, jika ada terlewat, skema permohonan dari wajib pajak juga tetap ada. DJP berupaya memberikan kemudahan kepada wajib pajak. Dengan adanya pengurangan sanksi tersebut, wajib pajak juga diharapkan tidak khawatir adanya sanksi kenaikan 100%. (DDTCNews)

Ditjen Pajak Susun Surat Edaran Baru

DJP tengah menyusun ketentuan teknis lanjutan terkait dengan restitusi dipercepat atas SPT Tahunan PPh orang pribadi dengan lebih bayar paling banyak Rp100 juta.

Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Teguh Budiharto mengatakan sebagai tindak lanjut dari PER-5/PJ/2023, otoritas tengah menyusun surat edaran (SE) yang berisi petunjuk teknis terkait dengan pengembalian kelebihan pembayaran pajak wajib pajak orang pribadi tersebut.

“Sebenarnya itu semua [beberapa ketentuan teknis] akan ada di SE-nya yang saat ini sedang digodok. … Mudah-mudahan 1-2 hari ini petunjuk teknisnya itu sudah kelar semua, termasuk aplikasi di internal kami ya,” ujarnya. (DDTCNews)

Uji Coba Tarif Efektif PPh Pasal 21

Kepala Seksi Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh I DJP Carolina Candri Prihandinisari mengatakan piloting tarif efektif PPh Pasal 21 telah dilaksanakan di Bank Mandiri, Telkom, BRI, PT Pos, dan 1 wajib pajak software developer.

"Jadi kami sudah piloting atas 3 tabel tarif," kata Candri. Simak pula ‘DJP Sebut Tarif Efektif PPh 21 Telah Diuji Coba di 5 Perusahaan’.

Candri menjelaskan pemotongan PPh Pasal 21 memakai tarif efektif diperlukan mengingat ketentuan PPh Pasal 21 yang berlaku saat ini cenderung rumit. Administrasi perpajakannya juga memberatkan wajib pajak. Simak ‘Aturan Pemotongan PPh Pasal 21, DJP Siapkan Kalkulator Tarif Efektif’. (DDTCNews)

Target Rasio Perpajakan terhadap PDB (Tax Ratio)

Pemerintah menargetkan rasio perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio Indonesia mencapai 18%-22% pada 2045. Simak pula ‘Rasio Pajak 2024 Ditargetkan Capai 10,18%, Strategi Ini Disiapkan’.

Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Bappenas Bogat Widyatmoko kenaikan tax ratio menjadi salah satu sasaran dari transformasi tata kelola untuk Indonesia 2045. Pada tahun itu, Indonesia diharapkan telah menjadi negara berpenghasilan tinggi atau negara maju.

"Rasio pajak terhadap PDB kita harapkan 18% sampai dengan 22%," katanya dalam Konsultasi Publik RPJPN 2025-2045. Simak pula ‘Susun RPJPN 2025-2045, Bappenas Minta Publik Beri Masukan’. (DDTCNews)

Rencana Kenaikan Tarif PPN

Pemerintah belum berencana untuk menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada tahun depan. Proyeksi pendapatan negara pada Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024 disusun dengan asumsi tarif PPN tetap sebesar 11%.

"Untuk tarif telah ditetapkan di dalam UU HPP, jadi untuk undang-undang APBN kita tetap menggunakan tarif yang sama," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (DDTCNews)

RUU Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta

Pemerintah tengah menyiapkan RUU tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).Dalam RUU tersebut, Pemprov Daerah Khusus Jakarta (DKJ) tetap memiliki kewenangan khusus guna melaksanakan fungsi sebagai pusat perekonomian nasional.

"Pusat perekonomian nasional adalah pusat aktivitas ekonomi dan bisnis nasional berskala global yang menjadi penopang pembangunan perekonomian nasional secara berkelanjutan," bunyi Pasal 1 angka 15 RUU DKJ. Simak ‘Pemerintah Pusat Susun RUU Pemprov Jakarta, Begini Isi Drafnya’. (DDTCNews)

Cukai Minuman Bergula dalam Kemasan

Cukai atas minuman bergula dalam kemasan (MBDK) dan produk plastik berpeluang untuk mulai dikenakan pada tahun depan. Menteri Keuangan Sri Mulyani penetapan MBDK dan produk plastik sebagai barang kena cukai (BKC) sudah sempat dibahas oleh pemerintah bersama DPR.

"Untuk penerapannya, kita akan diskusikan dalam kerangka RAPBN 2024 yang sedang kita susun," ujar Sri Mulyani. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.