Anggota Komisi III DPR Taufik Basari. (foto: Dep/nr/dpr.go.id)
JAKARTA, DDTCNews - Anggota Komisi III DPR Taufik Basari menyebut pembahasan RUU Perampasan Aset akan diwarnai dengan perdebatan terkait dengan penerapan perampasan aset tanpa pemidanaan atau non-conviction based asset forfeiture.
Bila RUU Perampasan Aset turun memuat ketentuan mengenai perampasan aset tanpa pemidanaan, lanjut Taufik, ketentuan tersebut harus dirancang secara hati-hati guna mencegah penyalahgunaan kewenangan ke depannya.
"Apabila diterapkan maka selain berpotensi melanggar prinsip-prinsip hukum, ini juga jika tidak hati-hati dapat membuka kesempatan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum ataupun dengan alasan politis," katanya, dikutip pada Selasa (9/5/2023).
Untuk mengatasi penyalahgunaan kewenangan tersebut, ketentuan mengenai perampasan aset tanpa pemidanaan harus diatur dengan ketat.
Menurutnya, RUU Perampasan Aset perlu dilengkapi dengan mekanisme pengujian atas perampasan aset yang sewenang-wenang. Hal ini diperlukan untuk melindungi orang yang tidak bersalah dari tindakan perampasan aset.
Presiden Joko Widodo sebelumnya sudah mengirimkan surat presiden (surpres) beserta draf dan naskah akademik RUU Perampasan Aset kepada DPR sejak 4 Mei 2023.
Menteri yang ditugasi untuk melakukan pembahasan RUU Perampasan Aset bersama DPR antara lain Menko Polhukam Mahfud MD, Menkumham Yasonna Laoly, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo.
"Presiden sudah secara resmi mengajukan ke DPR melalui 2 surat. Mudah-mudahan pada masa sidang yang akan datang sudah bisa mulai dibahas," ujar Mahfud.
Dia menekankan RUU Perampasan Aset perlu segera dibahas dan diundangkan untuk mempercepat penindakan atas tindak pidana korupsi.
"Koruptor itu hanya takut miskin, bukan takut dihukum," tutur Mahfud. (rig)