Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Melalui implementasi compliance risk management (CRM), Ditjen Pajak (DJP) akan menggunakan Daftar Sasaran Prioritas Pemeriksaan (DSPP) untuk mengecek kepatuhan wajib pajak.
DSPP merupakan daftar wajib pajak (WP) yang akan dilakukan pemeriksaan sepanjang tahun berjalan. Ketentuan terkait DSPP ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-24/PJ/2019. Adapun DSPP disusun berdasarkan pada Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3).
“Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) selaku Ketua Komite Kepatuhan Wajib Pajak (WP) bersama dengan anggotanya melakukan pembahasan DSP3 untuk menentukan DSPP,” berikut bunyi penggalan ketentuan dalam beleid yang diteken pada 11 September 2019 ini.
Peta Kepatuhan dan DSP3 disusun untuk menentukan secara spesifik daftar WP yang akan dilakukan penggalian potensi. Peta Kepatuhan CRM Fungsi Pemeriksaan dan Pengawasan yang disajikan ke dalam sistem informasi DJP.
Terhadap WP yang ditetapkan ke dalam DSPP, KPP menindaklanjutinya sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan tentang pemeriksaan WP. Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan Kantor Wilayah DJP merekapitulasi DSPP hasil pembahasan Komite Perencanaan Pemeriksaan Tingkat Kanwil DJP.
Sementara itu, terdapat 5 variabel yang menjadi patokan dalam menentukan WP yang masuk dalam DSP3. Hal ini juga sudah dijabarkan Dirjen Pajak dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan.
Salah satu variabel yang menjadi patokan tersebut adalah indikasi ketidakpatuhan tinggi, yang berfokus pada kesenjangan (gap) antara profil wajib pajak berdasarkan SPT dengan profil ekonomi yang sebenarnya.
Pada KPP Pratama, indikator ketidapatuhan itu dibedakan antara WP badan dan WP orang pribadi. Secara lebih rinci, terdapat setidaknya 9 indikator ketidakpatuhan untuk WP badan.
Pertama, ketidakpatuhan dalam pembayaran dan penyampaian SPT. Kedua, ketidaksesuaian antara profil SPT dengan profil ekonomi yang sesungguhnya. Ketiga, WP yang belum pernah dilakukan pemeriksaan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak selama 3 tahun terakhir.
Keempat, WP yang memiliki transaksi afiliasi dalam negeri dengan nilai transaksi lebih dari 50% dari total nilai transaksinya. Kelima, wajib pajak yang memiliki transaksi afiliasi dalam negeri dengan anggota grup usaha yang memiliki kompensasi kerugian,
Keenam, WP yang memiliki hubungan istimewa dengan pihak afiliasi yang berkedudukan di negara dengan tarif pajak efektif lebih rendah dari Indonesia. Ketujuh, WP yang menerbitkan faktur pajak kepada pembeli dengan NPWP 000 lebih dari 25% dari total faktur yang diterbitkan dalam satu masa pajak.
Kedelapan, hasil perbandingan antara analisis Corporate Tax to Turn Over Ratio (CTTOR), Gross Profit Margin (GPM), dan/atau Net Profit Margin (NPM) dengan hasil benchmarking industri sejenis di Kanwil terkait.
Apabila hasil selisihnya lebih besar dari 20%, maka risiko ketidakpatuhan wajib pajak tersebut tinggi. Kesembilan, terdapat hasil analisis informasi, data, laporan pengaduan (IDLP) atau dari Pusat Analisis Perpajakan (Center for Tax Analysis/CTA).