Peluncuran salah satu inovasi subsistem terintegrasi dalam Smart Customs and Excise berupa Passenger Risk Management. (foto: Instagram DJBC)
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) membangun strategi inovasi dengan membentuk Smart Customs and Excise System. Hal ini dinilai sejalan dengan seruan World Customs Organization (WCO) tentang SMART borders untuk pergerakan barang, orang, dan alat transportasi lintas batas.
Kasubdit Hubungan Masyarakat Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Deni Surjantoro mengatakan instansinya telah membangun berbagai program aplikasi berbasis teknologi informasi. Program tersebut masuk dalam sistem manajemen risiko sehingga pengawasan lebih optimal.
“Melalui Smart Customs and Excise System, automasi sistem yang terintegrasi di semua lini proses bisnis kepabeanan dan cukai dilakukan secara berkelanjutan,” ujarnya melalui pesan singkat kepada DDTCNews, Kamis (31/1/2019).
Adapun beberapa program berbasis teknologi yang sudah dibangun antara lain, pertama, aplikasi fasilitas meliputi CEISA Manifest Free Trade Zone dan CEISA Tempat Penimbunan Berikat yang tersentralisasi dan terintegrasi.
Kedua, CEISA barang kiriman untuk pelayanan yang transparan dengan menyediakan web-based tracking dan mobile. Ketiga,aplikasi pengawasan meliputi Indonesia Smart Customs and Excise dan Passenger Risk Management.
Keempat, sistem informasi dan pelayanan cukai. Kelima, CEISA untuk patroli laut dan sarana operasi. Kelima, aplikasi perekaman kekayaan intelektual. Keenam, CEISA Mobile pengguna jasa yang dapat digunakan untuk tracking barang kiriman, dokumen impor dan ekspor, serta manifes.
Sekadar informasi, teknologi informasi DJBC, CEISA itu membuat beberapa prinsip. Prinsip itu adalah centralized (terpusat), integrated (terintegrasi), inter-connected (saling terhubung dengan entitas lain), dan automated (otomatis).
Selain CEISA tersebut, sejak 2008, DJBC telah mengadopsi sistem pengawasan menggunakan data advance passenger information (API) yang dimulai di lintas batas udara. Saat itulah, DJBC mendedikasikan tim passenger analysing unit (PAU) sebagai motor intelijen terhadap pengawasan penumpang yang pertama di wilayah Asean.
“Dalam pengawasan berbasis passenger name record (PNR), yang terus bermetamorfosis hingga menjadi passenger risk management (PRM),” imbuhnya.
PRM, sambungnya, telah menawarkan konsep sistem berbasis big data dan personalisasi. Hal ini membuat PRM sebagai aplikasi yang SMART. PRM, lanjut Deni, menyatukan berbagai sumber data tidak hanya dari internal DJBC – seperti ferry, land border,penindakan, narkoba, yacht, dan pembayaran pajak – tetapi juga data dari pemangku kepentingan lain seperti Ditjen Imigrasi, PPATK, dan Dukcapil.
“Next project-nya tentunya mengintegrasikan dalam satu Smart Customs and Excise System dengan mengandalkan big data danartificial intelligence,” tutur Deni.
Seperti diberitakan sebelumnya, SMART borders diperkenalkan untuk mendorong anggota WCO masuk ke ranah teknologi dalam mencari solusi untuk memfasilitasi aliran barang, orang, dan alat angkut di perbatasan. Pedoman SMART yakni Secure, Measurable, Automated, Risk Management-based, dan Technology-driven. (kaw)