Ilustrasi.
BRUSSEL, DDTCNews – Polandia, Swedia, Estonia, dan Malta tidak menyepakati kompromi yang diusulkan Prancis tentang waktu penerapan pajak perusahaan minimum sebesar 15% di seluruh Uni Eropa (UE).
Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire mengatakan pemerintah belum menyerah terkait dengan usulannya tersebut. Rencananya, isu tersebut akan dibahas dalam pertemuan para menteri berikutnya pada April 2022.
“Keadilan pajak memang membutuhkan waktu lama, tetapi pada akhirnya penting menyatakan bahwa keadilan pajaklah akan menang,” katanya dikutip dari irishtimes.com, Rabu (16/3/2022).
Saat ini, jabatan presiden Uni Eropa dipegang oleh Prancis. Dengan peranan tersebut, Prancis akan berupaya untuk dapat mendorong penerapan reformasi pajak di UE, termasuk kebijakan tarif pajak minimum sebesar 15%.
Para menteri Uni Eropa tengah berdebat terkait dengan waktu yang tepat dalam menerapkan tarif pajak minimum global tersebut. Dalam menghadapi ketidaksiapan beberapa negara anggota UE atas penerapan tarif tersebut, Prancis mengusulkan kompromi.
Salah satu isi dari kompromi ini adalah menunda penerapan aturan baru terkait dengan tarif pajak minimum hingga akhir tahun 2023 dari sebelumnya yang telah ditetapkan atau disepakati, yaitu pada awal tahun 2023.
Kompromi tersebut juga mengusulkan komitmen politik yang kuat agar penerapan dua pilar OECD dilakukan bersamaan. Namun, Polandia berpendapat isi kompromi tidak cukup mendalam dan membutuhkan jaminan hukum yang lebih kuat.
Pejabat Swedia, Estonia, dan Malta juga menyebut mereka tidak dapat menandatangani kesepakatan yang ada saat ini. Sebaliknya, Irlandia dan Hongaria yang semula tidak setuju justru menyatakan merasa puas dengan kompromi ini. (rig)