Ilustrasi. (foto: mladiinfo.eu)
BRUSSELS, DDTCNews – Komisi Eropa mengirimkan surat teguran kepada Pemerintah Malta dan Siprus lantaran adanya kebijakan kewarganegaraan khusus dari kedua negara tersebut yang diduga melanggar hukum.
Juru Bicara Komisi Eropa Christian Wigand mengatakan kebijakan kewarganegaraan khusus atau ‘paspor emas’ dari Siprus dan Malta tersebut merupakan tindakan ilegal dan merusak sistem kewarganegaraan Uni Eropa.
Dia menilai skema paspor emas Siprus dan Malta meningkatkan risiko pencucian uang, penggelapan pajak dan korupsi lantaran setiap individu dari negara manapun dapat memiliki paspor Siprus dan Malta selama memiliki komitmen berinvestasi dalam jumlah tertentu.
"Efek dari skema kewarganegaraan bagi investor tersebut tidak terbatas kepada negara anggota yang menerbitkan dan menjadi tidak netral dengan kebijakan negara anggota lainnya," katanya, dikutip Kamis (22/10/2020).
Wigand memaparkan paspor yang diterbitkan negara anggota Uni Eropa memberikan hak istimewa kepada pemiliknya. Pemegang paspor Uni Eropa dapat berpergian, tinggal dan bekerja dengan bebas di seluruh 27 negara anggota.
Untuk itu, kebijakan kewarganegaraan yang dilakukan negara anggota tidak bisa dilakukan dengan bebas. Pemberian hak kewarganegaraan harus memiliki keterkaitan natural seperti asal usul keluarga dengan negara anggota agar tidak merusak esensi dari sistem kewarganegaraan Uni Eropa.
Saat ini, Komisi Eropa sudah mengirimkan surat untuk meminta penjelasan resmi mengenai skema paspor tersebut. "Siprus dan Malta memiliki waktu dua bulan untuk menanggapi tindakan resmi dari Komisi Eropa. Setelah itu, tindakan lanjutan baru dapat diambil," sebut Wigand.
Sementara itu, Siprus berkomitmen untuk menghentikan program paspor khusus bagi investor asing mulai bulan depan menyusul laporan Al Jazeera yang menyebutkan terdapat belasan permohonan paspor khusus yang terseret masalah hukum.
"Kami mempunyai kepentingan bahwa tidak ada negara anggota yang menjalankan skema yang pada dasarnya menjadi praktik jual-beli kewarganegaraan Uni Eropa," imbuh Wigand seperti dilansir theguardian.com. (rig)