JAKARTA, DDTCNews -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah diperkirakan kehilangan Rp1,5 triliun akibat pemotongan dana transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat. Selain itu, 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah juga mengalami pengurangan transfer dengan total sekitar Rp11 triliun.
Kepala Bidang Anggaran Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jawa Tengah Dwianto menjelaskan apabila ditotal maka Provinsi Jawa Tengah kehilangan TKD sekitar Rp12,5 triliun. Pemotongan itu meliputi dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), serta dana insentif fiskal.
“Komponen pemotongannya baik pemprov maupun pemerintah daerah sama. Kami juga mendapat informasi terkait TKD ini, pusat punya pertimbangan khusus. Nantinya, ada pengalihan belanja di daerah akan dilakukan oleh kementerian atau lembaga,” kata Dwianto, dikutip pada Sabtu (11/10/2025).
Dwianto tak menampik bahwa pemotongan TKD hingga 17% pada 2026 akan berdampak signifikan terhadap Pemprov Jawa Tengah maupun pemerintah kabupaten/kota. Untuk itu, dia mengimbau kepala daerah agar lebih cermat dalam penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Kalau bicara dampak, tentunya bisa ke infrastruktur. Makanya perlu dikhususkan dan diprioritaskan secara bersama-sama [penggunaan APBD],” ucapnya.
Kebersamaan itu, terang Dwianto, bisa diwujudkan melalui kolaborasi antara pemda dan Pemprov Jawa Tengah. Kolaborasi tersebut terutama dalam menyelaraskan visi dan misi Presiden Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi.
“Saat ini kita harus linear [programnya], harus ada penyesuaian, pengalihan anggaran untuk pembangunan Jateng. Kita harus melakukan penataan belanja mana yang betul-betul penting untuk masyarakat,” tegasnya.
Guna menutup kehilangan transfer Rp12,5 triliun tersebut, Dwianto meminta para kepala daerah tidak memilih jalan mudah dengan menaikkan pajak yang bersinggungan langsung dengan masyarakat. Pajak yang dimaksud seperti pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2).
“Ilmu sederhananya, memang menaikkan itu. Tapi nanti bisa berdampak ke masyarakat. Posisi saat ini meski pertumbuhan ekonomi bagus di angka 5%, namun daya belinya masih tidak oke. Kami minta pemda optimalkan pendapatan yang sudah ada dulu, kejar realisasinya hingga capai maksimal,” pintanya, seperti regional.espos.id. (dik)