JAKARTA, DDTCNews – Contact center Ditjen Pajak (DJP), Kring Pajak menegaskan kembali definisi royalti yang menjadi objek PPh Pasal 23 dan dikenai tarif sebesar 15%.
Pernyataan tersebut disampaikan Kring Pajak saat merespons cuitan warganet yang menanyakan perihal pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif 15% atas pembayaran jasa royalti kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
“Sepanjang royalti yang dimaksud termasuk dalam definisi royalti pada penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPh s.t.d.t.d UU HPP maka merupakan objek PPh Pasal 23 dengan tarif 15%,” kata Kring Pajak di media sosial, Selasa (18/11/2025).
Merujuk pada ayat penjelas Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPh, royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas penggunaan hak.
Terdapat beberapa jenis penggunaan hak yang dikenai pajak royalti. Pertama, penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya.
Kedua, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah. Ketiga, pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial.
Keempat, pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka pertama, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka kedua, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka ketiga, berupa:
Kelima, penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio.
Ketujuh, pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana telah disebutkan di atas. (rig)
