KAMUS PAJAK

Mengenal Surat Ketetapan Pajak

Awwaliatul Mukarromah | Kamis, 18 Oktober 2018 | 19:21 WIB
Mengenal Surat Ketetapan Pajak

DALAM keadaan tertentu, otoritas pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak untuk menyatakan besarnya pajak terutang menurut penghitungannya sendiri. Hasil penghitungan tersebut dapat saja berbeda dengan perhitungan wajib pajak.

Adapun, surat ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh otoritas pajak ada bermacam-macam. Dalam hal ini, tidak semua surat ketetapan pajak mengharuskan wajib pajak untuk menambah 'uang keluar'. Ada pula kondisi di mana wajib pajak justru dinyatakan lebih bayar sehingga berhak mendapat restitusi pajak.

Dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB), surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT), surat ketetapan pajak nihil (SKPN), atau surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB).

Baca Juga:
Update 2024, Apa Itu BPHTB?

Pada prinsipnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU KUP, setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

Sistem ini dikenal dengan sebutan self assessment, di mana wajib pajak sendiri yang menghitung, menyetor dan melaporkan pajak terutang dalam surat pemberitahuan (SPT) masa maupun SPT tahunan.

Kendati demikian, UU KUP memberikan ruang bagi otoritas pajak untuk menguji laporan pajak tersebut. Pengujiannya disebut pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang diatur dalam Pasal 29 UU KUP. Hasil pemeriksaan tersebut berupa surat ketetapan pajak.

Baca Juga:
Apa Itu Opsen BBNKB?

Setelah diperiksa, wajib pajak bisa diwajibkan untuk membayar kekurangan pajak dengan terbitnya SKPKB atau mendapatkan kelebihan pembayaran pajak/restitusi dengan terbitnya SKPLB. Sementara SKPN terbit apabila pajak yang sudah dibayar wajib pajak sesuai dengan penghitungan pajak menurut pemeriksa.

Adapun SKPKBT merupukan produk pemeriksaan ulang. SKPKBT menentukan utang tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan dalam hal ada data baru atau novum atau keterangan tertulis dari wajib pajak atas kehendak sendiri.

SKPKB

Baca Juga:
Ada Selisih Kredit Pajak di SPT Tahunan, AR Langsung Konfirmasi ke WP

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 183/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas PMK No. 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak, SKPKB diterbitkan dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap:

  1. SPT;
  2. kewajiban perpajakan wajib pajak karena wajib pajak tidak menyampaikan SPT dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) UU KUP dan setelah ditegur secara tertulis wajib pajak tidak menyampaikan SPT pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;
  3. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap wajib pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara; atau
  4. keterangan lain yang berupa data konkret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) UU KUP di antaranya berupa:
  • hasil klarifikasi/konfirmasi faktur pajak;
  • bukti pemotongan pajak penghasilan; atau
  • bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan wajib pajak.

SKPKB juga dapat diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan bukti permulaan (Bukper) terhadap wajib pajak yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A UU KUP.

SKPKBT

Baca Juga:
DJP Riau Gelar Sita Serentak, Total 23 Aset Milik WP Disita

SKPKBT terbit setelah ada SKPKB sebelumnya. Pemeriksaan dalam rangka menerbitkan SKPKBT disebut pemeriksaan ulang. PMK No.183/2015 mengatur bahwa pemeriksaan ulang dilakukan karena adanya:

  1. keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) UU KUP;
  2. data baru yang merupakan keterangan lain berupa data konkret;
  3. data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang termasuk data yang semula belum terungkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) UU KUP; atau
  4. data baru dalam putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap wajib pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

SKPN

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menerbitkan SKPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17A ayat (1) UU KUP berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap SPT apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.

Baca Juga:
Ratusan WP Ungkap Ketidakbenaran Perbuatan, Total Pembayaran Rp1,39 T

SKPLB

Berdasarkan PMK No. 183/2015, Ditjen Pajak berwenang menerbitkan SKPLB berdasarkan dua hal berikut:

  1. hasil penelitian kebenaran pembayaran pajak terhadap permohonan pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau
  2. hasil pemeriksaan terhadap:
  • SPT terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) UU KUP; atau
  • permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.

SKPLB masih dapat diterbitkan apabila terdapat data baru, termasuk data yang semula belum terungkap, apabila ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.*


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 11 April 2024 | 11:30 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Update 2024, Apa Itu BPHTB?

Rabu, 10 April 2024 | 14:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Opsen BBNKB?

Sabtu, 06 April 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA DENPASAR BARAT

Ada Selisih Kredit Pajak di SPT Tahunan, AR Langsung Konfirmasi ke WP

Sabtu, 06 April 2024 | 12:30 WIB KANWIL DJP RIAU

DJP Riau Gelar Sita Serentak, Total 23 Aset Milik WP Disita

BERITA PILIHAN
Kamis, 18 April 2024 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Antisipasi Dampak Iran-Israel, Airlangga: Masih Tunggu Perkembangan

Kamis, 18 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Lapor SPT Tahunan? DJP: Tenang, Masih Bisa Pembetulan

Kamis, 18 April 2024 | 16:50 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Input Kode Akun Pajak dan Sudah Pembayaran, Ini Saran DJP

Kamis, 18 April 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ada Transaksi Afiliasi, SPT Tahunan Wajib Dilampiri Ikhtisar TP Doc

Kamis, 18 April 2024 | 15:37 WIB PENERIMAAN PAJAK

Pemerintah Bidik Tax Ratio 11,2-12 Persen pada 2025

Kamis, 18 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesehatan APBN, Bagaimana Cara Optimalkan Penerimaan Negara?

Kamis, 18 April 2024 | 15:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Buat Surat Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif

Kamis, 18 April 2024 | 14:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Susun RKP, Ekonomi Ditarget Tumbuh 5,3 - 5,6 Persen pada Tahun Depan

Kamis, 18 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PERINDUSTRIAN

Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Timur Tengah Terhadap Industri

Kamis, 18 April 2024 | 13:48 WIB KONSULTASI PAJAK

Bayar Endorse Influencer di Media Sosial, Dipotong PPh Pasal 21?