PMK 81/2024

Setor PPh Final UMKM tapi Salah Tahun, WP Bisa Restitusi via Coretax

Redaksi DDTCNews
Jumat, 11 Juli 2025 | 19.00 WIB
Setor PPh Final UMKM tapi Salah Tahun, WP Bisa Restitusi via Coretax

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Contact center Ditjen Pajak (DJP), Kring Pajak mengingatkan bahwa kekeliruan dalam pembayaran PPh final UMKM sebesar 0,5% tidak dapat dilakukan pemindahbukuan sebagaimana diatur dalam PMK 81/2024.

Penjelasan tersebut merespons cuitan dari seorang warganet di media sosial yang mengaku melakukan kekeliruan saat menyetorkan PPh final UMKM. Adapun kekeliruan yang dimaksud wajib pajak ialah salah dalam pencantuman tahun.

“PPh final UMKM saat ini hanya bisa diajukan pengembalian karena pembayaran PPh final UMKM dianggap sebagai pelaporan SPT. Silakan ajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang di Coretax,” jelas Kring Pajak di media sosial, Jumat (11/7/2025).

Berdasarkan Pasal 109 ayat (3) huruf e PMK 81/2024, pemindahbukuan atas jumlah pembayaran yang lebih besar daripada pajak yang terutang tidak dapat dilakukan dalam hal pembayaran pajak sebagai satu kesatuan dengan penyampaian SPT.

Perlu diketahui, pemindahbukuan adalah suatu proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai. Pemindahbukuan berdasarkan permohonan wajib pajak dapat diajukan kepada dirjen pajak atas 4 hal.

Pertama, penggunaan deposit pajak. Kedua, pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang belum dilakukan penelitian untuk penerbitan surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran PPh.

Ketiga, penyetoran di muka bea meterai yang belum digunakan untuk menambah saldo deposit pada mesin teraan meterai digital. Keempat, jumlah pembayaran yang lebih besar daripada pajak yang terutang.

Untuk diperhatikan, pemindahbukuan atas jumlah pembayaran yang lebih besar daripada pajak yang terutang tersebut tidak dapat diajukan dalam hal pembayaran dimaksud merupakan:

  1. pembayaran melalui SSP yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak, yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (8) UU PPN;
  2. pembayaran atas penyetoran bea meterai atau pembayaran untuk penyetoran bea meterai dalam rangka:
    - pendistribusian meterai elektronik kepada badan usaha yang bekerja sama dengan Perum Percetakan Uang Republik Indonesia untuk melaksanakan pendistribusian meterai elektronik; dan
    - penjualan meterai tempel yang dilakukan oleh PT Pos Indonesia (Persero);
  3. pembayaran pajak yang kode billing-nya diterbitkan oleh sistem billing selain yang diadministrasikan DJP;
  4. pembayaran pajak yang dianggap sebagai penyampaian SPT Masa;
  5. pembayaran pajak sebagai satu kesatuan dengan penyampaian SPT; atau
  6. pembayaran pajak yang sudah diperhitungkan dengan pajak terutang dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Persetujuan Bersama, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.