Ilustrasi. (DDTCNews)
SALAHÂ satu kewajiban dari wajib pajak (WP) adalah melakukan penyetoran pajak terutangnya. Dokumen atau formulir yang digunakan untuk melakukan penyetoran pajak terutang yaitu Surat Setoran Pajak (SSP). Apa itu Surat Setoran Pajak? Berikut penjelasannya.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP) menyebutkan SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Tempat pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan di Kantor Pos, Bank Badan Usaha Milik Negara, Bank Badan Usaha Milik Daerah, Tempat pembayaran lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Mengingat bahwa SSP sangat penting dalam pembayaran atau penyetoran pajak, maka SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak bila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang, atau bila telah mendapatkan validasi dari pihak lain yang berwenang.
SSP terdiri dari beberapa jenis, yaitu: SSP Standar, SSP Khusus, Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) dalam Rangka Impor, dan Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan dalam Negeri. Berikut penjelasannya:
Sementara itu, peraturan lebih lanjut yang mengatur mengenai bentuk formulir SSP dan penjelasannya terdapat dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2016.
Berdasarkan Pasal 2 dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa formulir SSPÂ dibuat dalam rangkap 4 dengan peruntukan sebagai berikut :
Dalam hal diperlukan, SSP dapat dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.